“Meski tidak separah negara lain, dalam kondisi inflasi meningkat tajam dan pertumbuhan turun, walaupun relatif kecil, potensi stagflasi bisa terjadi,” ujar Tauhid dalam webinar bertajuk Mengelola Inflasi dan Mengantisipasi Stagnasi Ekonomi oleh Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) secara daring, Kamis, 4 Agustus 2022.
Tauhid berharap anggaran fiskal terus dioptimalkan untuk menjadi bantalan dan menjaga daya beli masyarakat dari adanya berbagai gejolak di tingkat global. Menurut dia, upaya menjaga daya beli masyarakat menjadi krusial karena merupakan pendorong terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang kemudian baru diikuti investasi dan perdagangan internasional.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Bagaimana sekarang untuk pro growth dibanding menjaga inflasi, ini menjadi satu dilema,” ujar Tauhid.
Kemudian, ia berharap pemerintah terus menjaga neraca perdagangan agar tetap surplus sehingga dapat menjaga momentum pertumbuhan ini. Pasalnya, momentum kenaikan harga komoditas global yang terjadi pada saat ini harus terus dioptimalkan, mengingat sewaktu-waktu harga bisa kembali normal.
“Surplus ini karena nilai komoditas per satuannya meningkat tajam. Jadi nilainya, bukan karena volume, ini harus dijaga momentumnya,” ujar Tauhid.
Kemudian, Tauhid juga mendukung upaya Bank Indonesia (BI) yang masih mempertahankan BI7DRR di level 3,5 persen pada Juli kemarin, sehingga momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. “Bagaimana menjaga investasi masyarakat tetap tumbuh melalui suku bunga pinjaman, konsumsi, investasi tetap rendah,” ujar Tauhid.
Namun, Tauhid mengingatkan angka inflasi saat ini sudah semakin tinggi. Karena angka inflasi tahunan pada Juli 2022 telah mencapai 4,94 persen (yoy) atau tertinggi sejak Oktober 2015.
(HUS)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.