SURYA.CO.ID, KOTA PASURUAN – Sejumlah cabang olahraga (cabor) di bawah naungan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Pasuruan berbicara kritis atas hasil buruk di Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) 2022 lalu. Salah satunya, mendesak agar kepengurusan KONI Kota Pasuruan yang sekarang dirombak atau direstrukturisasi.
Salah satu alasan mendasar, kegagalan kontingen Kota Pasuruan memenuhi target di ajang Porprov 2022 lalu. Padahal kontingen Kota Pasuruan diminta meraih target minimal sama dengan Porprov 2019 yaitu berada di urutan ke-15.
Kenyataannya, kontingen Kota Pasuruan gagal berbicara banyak dalam Porprov kemarin. Posisi kontingen Kota Pasuruan merosot di hasil akhir Porprov karena terperosok di urutan ke-23. Hasil ini lebih buruk dibandingkan Porprov 2019.
Kota Pasuruan hanya mampu mengoleksi 42 medali yang terdiri dari enam medali emas, 11 medali perak, dan 25 medali perunggu.
Kontingen Kota Pasuruan semakin terpuruk setelah 10 atlet wushu dicoret dari Porprov. Penyebabnya karena 10 atlet itu tidak terdaftar sebelumnya. Ada indikasi kuat, cabor wushu sengaja menggunakan joki atlet.
Ketua PBFI Kota Pasuruan Akhmad Ghozi mengatakan, kepengurusan KONI harus dibongkar. Menurutnya, susunan kepengurusan yang sekarang harus diganti dengan elemen yang baru. Pengurus lama jangan disisakan satupun.
“Hasil porprov kemarin itu salah satu indikator penilaian terhadap kinerja KONI. Hasilnya, KONI gagal mendapatkan prestasi maksimal. Saya kira, kegagalan itu, karena tidak ada manajemen yang baik,” kata Ghozi, Senin (22/8/2022) lalu.
Selain menyebut struktural KONI tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik, Ghozi juga menilai, kepengurusan yang sekarang diisi oleh orang-orang yang tidak sesuai kapasitasnya. “Kemampuan manajerial mereka tidak ada. Padahal, organisasi tidak bisa lepas dari manajerial yang baik. Diperparah lagi karena pengurusnya bersifat parasit. Mencari makan dalam organisasi,” kritiknya.
Ghozi berpendapat, organisasi bukan tempat untuk mencari makan. Pengurus organisasi harus sudah selesai dengan dirinya sendiri. Artinya, sudah tidak mengharapkan apapun dari organisasi.
“Seorang ketua organisasi harus profesional di zaman sekarang. Mereka juga harus memiliki background olahraga, sehingga paham secara psikologis itu olahraga apa dan bagaimana mengatasinya,” ungkapnya.
Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.