Jakarta: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) akan menggelar sidang perdana kasus korupsi terkait minyak goreng (migor), hari ini, 24 Agustus 2022. Terdakwa yang akan diadili yakni penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
 
“Agenda sidang pertama Rabu, 24 Agustus 2022, pukul 09.00 WIB,” tulis keterangan pada laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus dikutip Selasa, 23 Agustus 2022.
 
Agenda sidang tersebut yakni pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Sidang dengan nomor perkara 59/Pid.Sus-TPK/2022/PN Jkt.Pst itu akan digelar secara terbuka.
 
Lin Che Wei akan didakwa telah memperkaya diri atau orang lain serta korporasi. Ia memperkaya Grup Wilmar sejumlah hampir Rp1,7 triliun.
 
Grup tersebut terdiri dari perusahaan PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia.
 
Berikutnya, memperkaya Grup Musim Mas, yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas. Grup tersebut diperkaya sejumlah Rp626 miliar.

Kemudian, Grup Permata Hijau diperkaya Rp124 miliar. Perusahaan yang tergabung dalam grup itu meliputi PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Perbuatan itu dilakukan bersama-sama mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdaganga Indra Sari Wisnu Wardhana. Rencananya, Indra akan diadili di hari yang sama. Perkara Indra tercatat pada 57/Pid.Sus-TPK/2022/PN Jkt.Pst.
 
Lin Che Wei juga melakukan kejahatan rasuah bersama Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA; dan General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang.
 
Perbuatan mereka disebut telah merugikan keuangan negara dan perekonomian negara total Rp18 triliun. Terdiri dari keuangan negara Rp6 triliun dan perekonomian negara sejumlah Rp12 triliun.
 
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menduga ada permufakatan atas terbitnya perizinan ekspor CPO oleh Kementerian Perdagangan ke tiga perusahaan yang pengurusnya telah dijadikan tersangka. Padahal, ketiga perusahaan tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat melakukan kegiatan ekspor. Sebab tidak memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

 

(LDS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.