Guru SDN 008 Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, Pranika Dian Dini, merupakan guru muda yang menerapkan asesmen awal dan pembelajaran terdiferensiasi. Dia bercerita sekolah tempatnya mengajar sangat jauh dari perkotaan dan mayoritas siswanya merupakan anak-anak yang bekerja di perkebunan sawit.
Dini menyebut ketika mulai mengajar ia mengetahui terdapat keberagaman tingkat kemampuan siswa. Sebab, tidak semua siswa pernah menempuh Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Tidak semua murid mengenal huruf. Terdapat murid yang usianya sangat tinggi, sudah 9 tahun, tapi belum mengenal huruf karena keterbatasan pendampingan orang tua di rumah. Hal ini menjadi perhatian kami, khususnya saat pandemi, tidak semua guru dapat masuk dan pembelajaran daring belum sepenuhnya dapat didukung,” kata Dini dalam Webinar Sapa GTK 6 dalam keterangan tertulis, Senin, 4 Juli 2022.
Dini menyebut berdasarkan fakta itu guru di sekolahnya merasa perlu memetakan kompetensi siswa secara detail. Hal itu agar dapat memberikan pembelajaran yang tepat dan sesuai bagi siswa.
Dia mencontohkan kondisi siswa banyak yang belum mengenal huruf, maka saat mengajarkan materi yang berisi teks sebaiknya dilakukan seatraktif mungkin. Hal tersebut penting diterapkan agar peserta didik senang dan dapat lebih menikmati pembelajaran di kelas.
“Yang saya temukan di kelas, saat memberikan pelajaran terkait dengan teks, tidak semua anak mengenal huruf, apalagi mengeja kata. Untuk masing-masing anak yang belum maupun yang sudah mengenal huruf saat PAUD harus diberikan materi yang tepat. Jika tidak, mereka akan bosan. Untuk itulah dibutuhkan asesmen awal pembelajaran untuk membantu mengenali murid,” kata Dini yang pada tahap awal melakukan asesmen psikososial terhadap murid-muridnya.
Sementara itu, guru Bahasa Indonesia di SMAIT Nurul Fikri, Depok, Jawa Barat, Muhammad Ariefin, mengaku mengetahui asesmen dari program Guru Belajar dan Guru Berbagi. Ariefin menyebut dari program itu dia menyadari ternyata asesmen tidak hanya dapat dilakukan di awal pembelajaran, tapi juga di awal persiapan pembelajaran.
“Pada asesmen awal saya melakukan tes atau menguji pengetahuan teks-teks posisi, mengenai fakta dan opini pada murid. Hal ini saya anggap penting untuk menguji sejauh mana pengetahuan murid, sejauh mana mereka mengetahui dapat membedakan mana fakta dan mana yang hoaks dari sebuah berita,” tutur Ariefin.
Selanjutnya, ia juga melakukan asesmen fasilitas pendukung pembelajaran dengan menanyakan jumlah laptop di rumah peserta didiknya. Ariefin menyebut hal ini penting untuk mengetahui seberapa besar dukungan pembelajaran siswa di rumah.
“Hal ini tidak terkait teori, tapi untuk mendukung murid karena dulu sedang tingginya angka kasus covid-19. Dan dari asesmen ini saya mengetahui bahwa murid mempunyai satu laptop di rumah, tetapi terkadang dipakai bergantian oleh tiga orang, karena adik dan kakaknya juga menggunakannya untuk sekolah,” kata Ariefin.
Ariefin menyebut meskipun perkembangan kasus covid-19 cenderung terkendali dan level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) terus menurun, fasilitasi pendukung pembelajaran siswa di rumah tetap harus dipantau. Hal ini karena perangkat tersebut dapat mendukung pengembangan kompetensi siswa tentang teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini.
(REN)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.