“Perihal permohonan maaf kepada senior dan rekan perwira tinggi, perwira menengah, perwira pertama dan rekan Bintara,” kata Irjen Ferdy Sambo dalam surat tersebut yang diterima Kamis, 25 Agustus 2022.
Sambo menuturkan surat itu murni rasa penyesalan dan permohonan maaf akibat dampak yang muncul di institut Polri. Dia menyadari dampak negatif itu terjadi akibat perbuatan yang ia lakukan.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Saya meminta maaf kepada para senior dan rekan-rekan semua yang secara langsung merasakan akibatnya, saya mohon permintaan maaf saya dapat diterima dan saya menyatakan siap untuk menjalankan setiap konsekuensi sesuai hukum yang berlaku,” ujar jenderal bintang dua itu.
Surat permintaan maaf yang ditulis Ferdy Sambo.
Sambo juga siap bertanggung jawab atas seluruh akibat hukum yang dilimpahkan kepada senior dan rekan-rekan yang terdampak. Dia berharap rasa penyesalan dan permohonan maaf itu dapat diterima dengan terbuka.
“Saya siap-siap menjalani proses hukum ini dengan baik, sehingga segera mendapatkan keputusan yang membawa rasa keadilan bagi semua pihak. Terima kasih semoga Tuhan senantiasa melindungi kita semua,” ungkap Sambo.
Surat itu ditandatangani Irjen Ferdy Sambo dan dibubuhi materai. Sebelumnya, surat itu beredar di awak media dan dibenarkan pengacara Sambo, Arman Hanis.
“Iya (surat itu) benar, dapat dari mana,” ujar Arman saat dikonfirmasi.
Irjen Ferdy adalah otak pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Dia memerintahkan ajudannya Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (RE) atau E untuk menembak Brigadir J hingga tewas di rumah dinasnya Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Juli 2022.
Polri menetapkan lima tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J. Kelimanya ialah Irjen Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; Bharada E; Bripka Ricky Rizal (RR); dan Kuat Maruf (KM), yang merupakan asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir Putri.
Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP. Dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
(LDS)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.