SURYA.CO.ID, Surabaya – Menjadi narasumber utama dalam gelaran Dialog Kebudayaan di Era Digital, Eros Djarot menyorot cara anak muda memproduksi konten.
Dialog bertajuk “Yang Penting Viral?” itu merupakan gelaran talkshow kampus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya atau Stikosa-AWS, yang diadakan pada, Selasa (12/7/2022) lalu, bekerja sama dengan Ikatan Alumni (IKA) Stikosa-AWS, Ngopibareng, Komunitas Roemah Bhineka, dan Seduluan Semanggi Suroboyo.
Dalam dialog itu, Eros Djarot menyorot bagaimana cara anak muda memproduksi sebuah konten hingga viral dan ditonton oleh banyak orang.
Baginya, itu merupakan refleksi dari apa yang mereka ketahui, tangkap, serta disajikan berdasar pengalaman masing-masing anak.
“Kalau saya dihadapkan dengan hal itu, saya tidak merasa begitu resah. Karena mereka adalah produk kita. Artinya, kualitas mereka bercermin dari cara kita memberikan pengajaran,” terang Eros Djarot, melalui rilis yang diterima Surya.co.id.
Daripada harus merasa resah, pemilik nama asli Soegeng Rahardjo Djarot itu memilih untuk memberikan ruang pada anak-anak untuk berkarya.
“Tapi kita masih memiliki opsi untuk menawarkan budaya Kebhinekaan negeri pada mereka dengan mencampurkan gaya dan imajinasi mereka,” imbuhnya.
Eros mengatakan, saat ini peran dan fungsi mengawal masyaratak tak hanya bertumpu pada negara, namun juga kita semua, termasuk rekan jurnalis.
“Pada era digital ini, justru teman-teman semua, khususnya di Kampus Stikosa-AWS, sebagai pencetak jurnalis, ini memiliki peran utama dan penting untuk memberikan pengawalan,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Stikosa-AWS Meithiana Indrasari justru mengkhawatirkan produk konten anak muda yang dinilai jauh dari akar budaya bangsa.
Meithiana melihat konten yang disuguhkan oleh anak muda zaman sekarang sudah berada pada tahap meresahkan.
“Konten yang mereka produksi, menurut saya mereka hanya ingin dilihat produktif dan menghasilkan uang. Mislanya, jika mereka rajin membuat konten, mereka akan menjadi perhatian publik, serta mendapat tawaran endorse. Namun di balik itu, ada banyak hal yang tersisihkan,” jelasnya.
Melalui gelaran dialog kebudayaan itu, Meithiana berharap agar para kreator, khususnya anak muda, bisa kembali ke jati diri Bangsa Indonesia.
“Pancasila sebagai falsafah dan Bhineka Tunggal Ika. Ayo kita kembali. Jangan (hanya) kita isi media sosial kita isi dengan konten-konten yang penting viral, yang penting cuan. Tetapi sama sekali tidak memikirkan seperti apa nantinya NKRI kita di masa depan?” tutupnya.
Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.