Ankara: Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuntut Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk memenuhi persyaratan yang diajukan negaranya terkait pencalonan Swedia dan Finlandia sebagai anggota baru. Ia mengancam akan “membekukan” pencalonan tersebut jika NATO tak kunjung mengambil tindakan.
 
Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) NATO di Madrid akhir Juni lalu, Erdogan menuduh Swedia dan Finlandia menyediakan tempat pengungsian bagi militan Kurdi. Ia pun meminta kedua negara tersebut untuk “melakukan tindakan” dalam perang melawan terorisme.
 
“Saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa kami akan membekukan proses ini apabila negara-negara tersebut tidak mengambil langkah-langkah untuk memenuhi persyaratan kami,” ucap Erdogan dalam pertemuan dengan Rusia dan Iran, dilansir dari The National News, Selasa, 19 Juli 2022.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Secara khusus kami menilai Swedia tidak memiliki citra yang baik dalam isu ini,” tambahnya.
 
Bulan ini, NATO memulai prosedur aksesi keanggotaan bagi Swedia dan Finlandia setelah tercapainya kesepakatan dengan Turki. Sebelumnya, Turki menghalangi kedua negara tersebut untuk bergabung dengan NATO.
 
Erdogan menuduh Swedia dan Finlandia menyediakan tempat pengungsian bagi militan Kurdi, khususnya Partai Pekerja Kurdistan (PKK) — kelompok yang dianggap teroris oleh Turki.
 
Sementara itu juru Bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Ned Price, tidak secara spesifik menyinggung pernyataan Erdogan, namun hanya merujuk pada persetujuan Turki mengenai keanggotaan baru di dalam NATO.
 
“Turki, Finlandia, Swedia – Mereka telah menandatangani Memorandum Trilateral di Madrid untuk memulai proses ini,” kata Price.
 
“Amerika Serikat akan terus bekerja dengan ketiga negara tersebut untuk memastikan proses serta ratifikasi aksesi ini – di sini dan di seluruh dunia – berlangsung secepat dan seefisien mungkin,” tambahnya.
 
Erdogan bertolak menuju ke Iran pada Senin malam untuk berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Iran Ebrahim Raisi pada Selasa ini. Ia berharap bisa mendapat persetujuan dari Putin dan Raisi untuk melakukan intervensi bersenjata di barat laut Suriah.
 
Sejak Mei lalu, Ankara telah mengancam meluncurkan operasi militer dengan menciptakan 30 kilometer “zona keamanan” di sepanjang perbatasannya dalam upaya menghadapi militan Kurdi yang terus melakukan pemberontakan terhadap Turki. Moskow dan Teheran telah menyatakan pertentangan mereka terhadap serangan semacam itu.
 
Rusia, Turki, dan Iran adalah tiga pemain utama di balik perang Suriah sipil sejak 2011. Rusia dan Iran berada di balik rezim Presiden Suriah Bashar Al Assad, sementara Turki mendukung sejumlah kelompok pemberontak di Suriah. (Gracia Anggellica)
 
Baca:  Turki Akhirnya Dukung Finlandia dan Swedia Bergabung NATO
 

(WIL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.