“Kalau programnya, saya pribadi mengapresiasi bagus buat up-skilling dan re-skilling,” kata peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat–Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Muhammad Hanri kepada wartawan, Jakarta, Selasa, 12 Juli 2022.
Menurut dia, antusias sekaligus tingkat penyelesaian pelatihan peserta cukup tinggi. Namun, dia menyayangkan program itu masih bersifat online.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Antusiasme peserta bagus, yang menyelesaikan juga hampir 90 persen lebih, tapi masalahnya ini masih online. Jadi orang masih gampang untuk ikut dan kemarin masih ada kayak kompensasinya cukup gede sehingga dia seperti semi-bansos,” kata dia.
Ekonom UI itu menilai rencana pemerintah menyelenggarakan pelatihan Kartu Prakerja secara hibrida patut dicermati. Apalagi, rencana pemerintah untuk mengurangi bantuan sosial (bansos) yang selama ini diberikan pada peserta.
“Itu yang perlu dicermati karena ingin bansosnya atau karena ingin up-skilling,” kata dia.
Menurut Hanri, peserta Kartu Prakerja mendapat manfaat besar dari pelatihan yang mereka ikuti. Mereka bisa masuk di lapangan pekerjaan yang sesuai.
“Karena mereka bisa masuk ke lingkaran kerja yang sesuai dengan lapangan yang sesuai dengan materi pelatihan,” kata dia.
Para peserta yang berasal dari latar belakang pendidikan menengah juga mendapat manfaat cukup besar. Mereka bisa meningkatkan keahlian maupun mendapat keahlian baru.
“Dulu yang sekolah SMK itu mereka gajinya sesuai keahlian. Pada titik tertentu gaji mereka turun makanya mereka perlu up-skilling dan re-skilling. Jadi itu menjadi sarana bagi mereka misalnya bagi mereka yang usia 30-an enggak mungkin mereka kuliah lagi. Biayanya terlalu tinggi,” kata Hanri.
Baca: Ekonom: Pujian Jokowi pada Airlangga soal Kartu Prakerja Cukup Beralasan
|
Menurut Hanri, tujuan Kartu Prakerja sebenarnya bukan mengurangi angka pengangguran secara langsung melainkan memberikan fasilitas pada orang yang sedang menganggur. Sehingga, ketika peserta sudah selesai program diharapkan mereka bisa lebih cepat bekerja. Selain itu, program Kartu Prakerja menyalurkan antara industri dan peserta.
“Kartu Prakerja tidak sedang membuat lapangan pekerjaan, tapi memperkaya pekerja yang sedang tidak bekerja supaya cepat dapat kerja,” tegas dia.
Program Kartu Prakerja sebelumnya mendapat sambutan positif dalam International Conference on Adult Education ke-7 (CONFINTEA VII) di Maroko yang diikuti negara-negara anggota UNESCO pada pekan lalu. Dalam acara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto menjelaskan sebagai program bantuan tunai bersyarat, Kartu Prakerja tidak hanya membantu pekerja terkena PHK.
Program ini juga memberi para peserta kesempatan meningkatkan keterampilan sebelum kembali bekerja tapi secara umum juga membantu menciptakan wirausaha. Insentif yang diberikan setelah menyelesaikan pelatihan terbukti memperkuat daya beli para peserta di masa pandemi karena mayoritas menggunakannya untuk membeli bahan makanan.
“Ada sekitar 12,8 juta lebih penerima Kartu Prakerja yang telah terlayani selama 26 bulan pelaksanaan program dan masih berlanjut hingga saat ini. Di mana semuanya dapat diselesaikan melalui smartphone,” kata Ketua Umum Partai Golkar itu.
(JMS)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.