Jakarta: Persaingan geopolitik antarnegara serta krisis global semakin dekat dan nyata dengan Indonesia. Konflik tersebut dapat menjadikan kemaritiman sebagai wilayah pertarungannya.
 
Gubernur Lemhannas RI, Andi Widjajanto menyebutkan untuk menjadikan Indonesia sebagai sebagai kekuatan maritime, perencanaan strategis tak cukup sampai 2024, tapi juga sampai tahun 2070.
 
“Indonesia juga menyadari untuk menjelma menjadi kekuatan maritim, Indonesia membutuhkan langkah panjang, Indonesia juga perencanaan strategis. Tidak cukup perencanaan strategis hanya sampai 2024, tidak cukup perencaan strategis 2045,” kata Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto pada saat The 6th Jakarta Geopolitical Forum yang mengangkat tema “Geomaritime: Chasing the Future of Global Stability.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Kita membutuhkan perencanaan strategis jangka panjang  hingga tahun 2070,” serunya, dikutip dari keterangan tertulis Lemhanas, Kamis, 25 Agustus 2022.
 
Lebih lanjut, Andi berharap Indonesia bisa menjadi bangsa pemenang. Ia sendiri pun tak suka menyebut Indonesia sebagai negara Indonesia sebagai ‘middle power‘.
 
“Saya tidak pernah  terlalu suka dengan menyebut Indonesia sebagai middle power, saya lebih senang menyebut Indonesia itu sebagai kekuatan regional. Regional power karena nanti ukurannya bisa disesuaikan, mau kekuatan yang tengah, yang besar, tinggal disesuaikan saja,” ujarnya.
 
Baca juga: Kekuatan Maritim Indonesia Butuh Strategi Jangka Panjang
 
“Regionalnya juga bisa kita sesuaikan, Asia Tenggara, Asia Timur, Asia Pasifik. Bisa kita sesuaikan dengan sesuai dengan proyeksi ke depan Indonesia,” lanjut dia.
 
Ramalan Kebangkitan Tiongkok
 
Sementara itu, Guru Besar Universitas Pertahanan Laksamana TNI (Purn.) Prof. Dr. Marsetio, S.I.P., M.M. mengatakan ramalan kebangkitan Tiongkok terbukti. Ini berdampak pada pergeseran kekuatan maritim dari yang sebelumnya dikuasai oleh macan-macan Asia.
 
Bahkan, secara bertahap pada 2030, setelah Tiongkok memimpin dunia, selanjutnya disusul yang kedua oleh India, kemudian Amerika Serikat dan Indonesia.
 
“Kalau kita melihat sebuah situasi geopolitik di kawasan, kita akan melihat bagaimana kebangkitan di negara negara di Asia Pasifik, kebangkitan Tiongkok,” ucapnya.
 
“Pada 2030, sekarang sudah secara bertahap bahwa Tiongkok nanti akan memimpin dunia ini, kemudian yang kedua India, kemudian Amerika Serikat dan Indonesia,” kata Prof. Marsetio.
 
Para pakar di 2010 sudah meramalkan, malah mulai 2000, bahwa pada 2024 dan 2025 seluruh dunia akan dikuasai oleh Negeri Tirai Bambu. Ada beberapa indikasi yang disebutkan oleh mantan Kepala Staf Angkatan Laut tersebut, yaitu armada Tiongkok yang menguasai dunia dan pergeseran pusat ekonomi.
 
“Indikasinya sekarang kita lihat secara adanya maritime shift power secara bertahap, kemudian istilah-istilah terminologi tentang maritime strike sebenarnya sudah ada sejak abad 9. Ini dengan buktinya bahwa kekuatan-kekuatan armada Tiongkok telah menguasai dunia,” ucap dia.
 
“Sekarang telah terbukti kita akan melihat bagaimana Tiongkok ingin menguasai dunia kemudian juga bagaimana pergeseran pusat-pusat ekonomi yang sebelumnya dari barat sekarang akan bertumbuh dan menjadi pusatnya adalah di Asia Pasifik,” lanjut Prof. Marsetio.
 
Ia menambahkan, ramalan-ramalan prediksi-prediksi, analisa-analisa para pakar tahun 2030 Tiongkok sebagai penguasa dunia sudah mulai tampak kelihatan. Dampaknya adalah memanasnya suasana di Laut China Selatan, juga munculnya konsep saingan dari BRI Tiongkok oleh US yaitu US Indo Pacom. 
 
“Hegemoni di Laut China Selatan tentunya persaingannya lah sekarang semakin membuat suasana di Laut China Selatan semakin memanas karena dengan keadaan Amerika,” serunya.
 
“Kemudian kita ketahui juga Amerika semasa nggak terima dengan konsep OBOR maka pada tahun 2018 Juni maka telah diluncurkan apa yang dinamakan dengan perubahan dari Pacom menjadi US Indo Pacom. Ini merupakan jawaban 2017 Tiongkok mengubah konsepnya BRI maka tandingannya adalah dengan membentuk US Indo Pacom, penyatuan armada ke-5 dengan armada ke-7 untuk mempertahankan hegemoni Amerika di Laut China Selatan,” lanjut Prof. Marsetio.
 
Menyikapi hal tersebut, Prof. Marsetio menyebutkan langkah Indonesia sudah tepat yang menempatkan kekuatan diplomasi dan budaya maritim untuk menjadikan Indonesia sebagai kekuatan maritime dunia melalui lima pilar.
 
“Situasi tersebut tentunya kita akan melihat bagaimana peran Indonesia. Kalau kita melihat peran Indonesia inilah peran Presiden Jokowi,” ungkapnya.
 
“Pak Jokowi di era pertama pemerintahan beliau menyampaikan untuk membawa Indonesia menjadi negara maritim besar ada lima pilar yaitu mulai dari pemahaman tentang budaya maritim, kemudian pemahaman tentang memanfaatkan sumber daya maritim, kemudian interconnectivity, diplomasi maritim dan terakhir adalah pertahanan maritim. Ini bagaimana pertahanan maritim akan ditunjukkan kepada dunia kepada ASEAN,” pungkas Prof. Marsetio. 
 

(FJR)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.