Makassar: Suherman, penyandang disabilitas tak dapat menyembunyikan kesedihannya. kanker tulang pada Agustus tahun 1991 telah merenggut salah satu kakinya.
 
Dengan mata berkaca-kaca, dia menceritakan saat dokter mengatakan bahwa kaki kirinya tak bisa dipertahankan lagi. Kanker sudah menjalar dan hanya satu solusi yakni amputasi.
 
Dia menceritakan, kakinya mengalami kram di kaki kiri disertai sakit yang amat dahsyat saat digerakkan. Hal itu terjadi sekitar 7 bulan. Awalnya dia mengaku hanya keseleo saat bermain bola, kemudian ayahnya membawanya ke Rumah Sakit Plamonia Makassar untuk diperiksa. Ternyata dirinya divonis kanker tulang dan harus segera diamputasi.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Saya berkata kepada ayah saya saat itu dari pada diamputasi, lebih baik saya mati,” kata Suherman saat ditemui di salah satu kafe di kawasan Cekkeng Nursery Bulukumba beberapa waktu lalu.
 

Pascaoperasi pun Suherman mengaku hidupnya sangat terpuruk, bahkan tak ingin dikunjungi oleh siapapun. Selama kurang lebih 2 bulan, Suherman terus meratapi nasibnya hingga suatu saat datanglah dokter yang mengamputasi kakinya.
 
“Saya hanya berbaring di dalam kamar selama 2 bulan saya benar-benar putus asa dan kehilangan semangat hidup,” jelasnya dengan nada bergetar.
 
Dia dibujuk untuk berkunjung ke Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh (PRPCT) di Jalan Pettarani Makassar dan mengikuti pelatihan. Diantar oleh sang ayah Suherman pun bersedia untuk melihat situasi di dalam panti.
 
“Pertama kali saya melihat masuk ke dalam panti saya berkata kepada ayah, saya mau tinggal di sini mungkin ini adalah dunia kami. Ada kurang lebih lima ratus orang dengan disabilitas dari sembilan provinsi se-Indonesia Timur mendapat pelatihan seperti menjahit, otomotif, elektronik, dan lainnya,” ungkapnya.
 
Di panti tersebut Suherman kemudian bertemu dengan pujaan hatinya Jufria Parusa yang juga orang dengan disabilitas. Mereka memutuskan menikah pada tahun 1993 dan dikaruniai dua orang anak. Namun istrinya wafat pada 2013 akibat gagal ginjal.
 
Ilmu dan pengalaman yang didapatnya selama 2 tahun di panti membuat Suherman kemudian bisa bangkit lagi. Dirinya membuka usaha kecil-kecilan di rumahnya di kelurahan Ela-ela Kecamatan Ujung Bulu. Usaha tersebut adalah pembuatan papan nama dari kayu.
 
Meski penghasilannya sangat minim, tapi Suherman mengaku senantiasa bersyukur. Bahkan lewat usahanya itu, Suherman mampu menyekolahkan kedua anaknya hingga ke perguruan tinggi. (Ifa)
 

(DEN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.