JawaPos.com- Nama Hendrosari kini makin dikenal. Salah satu kampung di Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Jatim. Desa yang sukses mengembangkan potensi wisata. Yakni, Eduwisata Lontar Sewu. Selain beragam wahana, di kawasan itu juga terdapat pemandangan menarik. Terutama mulai sore hingga senja.

Setiap pukul 16.00 WIB, sejumlah petani mulai menapaki pelataran untuk memanjat pohon lontar. Salah seorang di antaranya adalah Abdul Manab. Kaki dan tangannya begitu terampil, meski naik sambil membawa jeriken dan beberapa botol air mineral kosong di pinggangnya.

Pria 54 tahun itu sudah puluhan tahun menjadi petani pohon lontar. Gerak-gerik petani itu terlihat begitu lincah ketika berada di atas pohon. Pisau yang terselip di pinggang langsung diambil untuk memotong tangkai tandan bunga, kemudian disadap. Warga setempat menyebut tangkai tandan bunga itu dengan wolo.

’’Bahasa orang sini, pekerjaan ini namanya ngunduh tetese wolo,’’ kata Cak Dul, panggilan akrab Abdul Manab. Artinya kalimat itu adalah aktivitas memungut tetesan nira dari tangkai tandan bunga pohon lontar atau siwalan.

Nah, dari tetesan nira itulah minuman legen tercipta. Semakin panjang tangkai tandan, semakin banyak nira yang dihasilkan. Setiap hari, para petani memotong setipis mungkin bagian dari wolo tersebut. Satu wolo bisa dipanen hingga tiga bulan.

Dalam sehari, Cak Dul bisa memanen dua kali. Jumlah itu bisa menjadi beberapa botol legen siap minum. ’’Pagi, wolo diiris. Sorenya, diunduh. Begitu pula sebaliknya. Karena harus menunggu legen tetes demi tetes keluar dari wolo yang mirip manggar pada pohon kelapa,’’ ujarnya.

Saat musim hujan, produktivitas menurun dibandingkan musim kemarau. Maklum, musim hujan waktunya pohon siwalan berbunga. Akarnya mulai bertumbuh lagi. Nira juga terasa kurang manis ketika musim hujan. Sebab, akarnya bercampur air hujan. Harga pun juga mengalami penurunan.

Di Hendrosari ada begitu banyak pohon siwalan. Jumlahnya disebut ribuan. Batangnya menjulang tinggi. Jarak antar dua pohon tidak jauh. Seolah menjadi sebuah pintu terus menuju jalan baru. Sinar mentari terselip dari balik pelepah dedaunan lontar, membuat suasana sore terasa nyaman.

Di bawah pohon-pohon lontar itu, ada halaman lumayan luas. Ada beberapa tempat duduk beserta meja. Biasanya, pengunjung memanfaatkan tempat itu untuk meneguk legen yang habis dipanen. Sambil menunggu matahari menyelinap di ujung senja.

Harga satu botol legen berukuran 1,5 liter hanya dibanderol Rp 20 ribu. Bisa dinikmati bareng teman maupun keluarga. Namun, tidak jarang pengunjung kehabisan. ’’Terutama ketika akhir pekan karena banyaknya pengunjung di Eduwisata Lontar Sewu,’’ ungkap Cak Dul.

Hendrosari termasuk satu di antara desa di Kabupaten Gresik yang masih menyisakan banyak pohon siwalan. Desa lain dengan kekayaan alam pohon siwalan ada di Kecamatan Panceng dan Ujungpangkah. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Pemkab Gresik pada 2019, total luas lahan pohon siwalan mencapai 79,53 hektare.

Areal pohon siwalan paling luas berada di wilayah Kecamatan Panceng, yakni 49,45 hektare. Lalu, Kecamatan Menganti dengan luas lahan18,31 hektare yang banyak bertumbuh di Hendrosari itu. Di wilayah Kecamatan Ujungpangkah seluas 11,77 hektare. Total produksi 13,78 ton per tahun.

Pohon dengan Beribu Manfaat

Tidak hanya bertumbuh di Gresik. Di sepanjang pantai utara Jatim seperti Lamongan dan Tuban, juga banyak ditemui pohon siwalan. Tanaman jenis palma ini bernama latin Borrasus flabellifer. Berbatang tunggal dengan ketinggian 15-30 meter.

Ukuran daun cukup besar. Mengumpul di ujung batang. Membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar. Tangkai daun bisa sepanjang 1 meter. Pelepah lebar menghitam di bagian atas. Sisi tangkai berderet duri berujung dua. Buah siwalan tumbuh bergerombol dalam tandan. Berkulit keras. Warna kulit hijau tua hingga hitam kecoklatan.

Dari beberapa literatur, pohon siwalan juga banyak tumbuh di penjuru nusantara lainnya. Namanya berbeda. Namun, mirip-mirip. Di Minangkabau disebut lonta; Sunda menyebutnya dengan ental; Madura dengan nama taal; Sasak NTB menamakan dun tal; Sumbawa namanya jun tal; Di Toraja menyebutnya dengan lontara dan Ambon namanya lontoir. Begitu juga di daerah lain.

Siwalan termasuk banyak manfaat. Semua bagian dari tanaman ini bisa untuk dimanfaatkan. Selain buahnya dan nira untuk dikonsumsi, daunnya biasa dipakai untuk bahan kerajinan. Misalnya, untuk membuat ketupat. Laris manis saat Lebaran ketupat. Sedangkan batang kayunya yang berserat, memiliki kualitas baik.

Karena memiliki satu kekayaan pohon itu, di Gresik pun telah dibangun landmark atau tetenger Tugu Lontar. Tempat di perempatan Kebomas. Tugu itu rancangan Ir Daniel Mirmanoe Candra Sujanto, arsitek alumnus ITS Surabaya yang juga merupakan perancang Tugu Pelangi Surabaya.

Tugu Lontar adalah karya seni kontemporer. Terkandung makna Gresik sebagai salah satu kota industri yang harus terus maju, namun jangan sampai meninggalkan akar budaya yang disimbolkan dengan pohon lontar itu. Sebab, daun lontar merupakan bagian dari peradaban lama, semasa Sunan Giri. Yakni, sebagai media tulis prasasti.

Namun, entah sampai kapan rerimbunan pepohonan siwalan di beberapa kawasan itu dapat terus bertahan. Sebab, embusan angin makin kencang. Rayuan untuk mengalihfungsikan. Padahal, seperti satu kutipan populer Kahlil Gibran, pohon adalah puisi yang ditulis bumi di atas langit.

 

Editor : M. Sholahuddin

Reporter : Galih Wicaksono


Artikel ini bersumber dari www.jawapos.com.