SURYA.CO.ID, LUMAJANG – Pemenuhan tempat tinggal yang layak merupakan hak yang wajib dimiliki bagi semua warga negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal,dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat) atau Program Pemukiman Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan sebanyak 1,6 miliar orang hidup dalam kondisi perumahan yang tidak memadai, tanpa akses ke layanan dasar atau sanitasi, dan berjuang untuk memenuhi biaya sewa rumahnya. Sekitar 70 persen rumah tangga di dunia hidup dengan kepemilikan yang tidak pasti dan sekitar 15 juta orang diusir secara paksa dan ilegal setiap tahun.

Atas dasar itu, Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa membangun hunian sementara atau huntara untuk penyintas awan panas guguran (APG) Gunung Semeru di Desa Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.

“Kami targetkan 50 huntara. Pada tahap satu ini sedang berjalan 16 unit, 10 di antaranya sudah finishing. Setelah berkordinasi dengan BPBD dan pemda, penyintas bisa menempati hunian ini. Insyallah akan selesai di bulan Agustus. Mohon doa dan dukungannya,”jelas Haryo Mojopahit selaku Chief Executive DMC Dompet Dhuafa saat diwawancarai kemarin (Rabu, 29/06/2022).

Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Nasional pada 10 Januari 2022 mencatat ada 1.027 rumah warga yang rusak dan sebanayk 6.597 warga mengungsi. Warga mengungsi ke berbagai tempat, mulai dari rumah kerabat hingga ke tenda pengungsian yang berada di lapangan Desa Penanggal, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.

Sulianto salah satu penyintas yang tinggal menetap di tenda pengungsian Desa Penanggal. Mengutarakan keresahannya selama tinggal di tenda pengungsian, “Biasanya kalau siang itu kami jarang berdiam diri di tenda, kami keluar di bawah pohon itu. Karena pada saat siang itu cuacanya sangat panas. Pada malam hari, baru terasa dingin,”imbuhnya saat ditemui langsung oleh tim DMC Dompet Dhuafa.

“(Karena cuaca yang berubah) biasanya anak-anak itu muntah-muntah. Mungkin karena kedinginan dan kepanasan itu. Batuk, pilek juga sering,”sambung pria asal Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro.

Slamet Santoso yang merupakan penyintas asal Dusun Kajar Kuning, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, juga menuturkan keresahan yang sama,”Semoga huntara dan huntap cepat selesai. Dengan demikian semua pengungsi bisa segera pindah, bisa beraktivitas seperti biasa. Nggak enak (di tenda pengungsian). Kasian yang udah lansia dan anak-anak. Kalau malam dingin banyak nyamuk. Trus yang sekolah juga jauh jaraknya,” pungkasnya.

Sebelumnya pembangunan huntara dan huntap mengalami keterlambatan lantaran beberapa kendala. Mulai dari cuaca, hingga akibat munculnya erupsi kecil yang terjadi di Gunung Semeru.

“Kemarin kendalanya pas hari pertamanya memang belum ada aliran drainase, jadi pada saat hujan lebat, bahan (materialnya) bisa bergeser atau terbawa air. Sekarang sudah ada drainase, jadi lebih enak sudah. Belum lagi karena cuacanya dan ketika ada erupsi kecil-kecil, jadi tukangnya sedikit takut,”jelas Amni Najmi selaku Kepala Subbidang Penataan Penanggulan Bencana BPBD Lumajang saat ditemui langsung oleh tim DMC Dompet Dhuafa.


Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.