“Pascapemberitaan (di media massa) memang semakin banyak laporan disampaikan kepada PPATK. Karena kemudian pihak pelapor mendapatkan data tambahan yang sebelumnya belum diminta oleh PPATK,” ujar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Gedung PPATK, Rabu, 6 Juli 2022.
Ivan mengatakan PPATK juga sempat membekukan rekening terkait aktivitas ACT. Namun, rekening itu tidak langsung terhubung dangan ACT.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Sekali lagi ini kita tidak bicara telat atau tidak telat, tetapi ini kesiapan dokumen yang kita miliki dan pengetahuan PPATK terhadap data yang sebelumnya tidak diketahui dan sekarang diketahui,” kata dia.
Ivan memastikan PPATK terus memblokir rekening yang terkait dengan ACT. Pihaknya juga masih mengumpulkan data dari puluhan penyedia jasa keuangan untuk menyelidiki aliran uang ACT.
“Kami perlu pendalaman lebih lanjut dan serius. Data banyak masuk dari jasa penyedia keuangan,” terang Ivan.
Ivan menjelaskan dari hasil penelusuran PPATK, dana-dana yang masuk dari masyarakat ke rekening ACT diduga tidak langsung disalurkan sebagai sumbangan. ACT mengelolanya untuk menghasilkan keuntungan.
“Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis. Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan,” tutur dia.
Dia mencontohkan ACT terbukti melakukan transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar negeri senilai Rp30 miliar. Setelah ditelusuri, PPATK menemukan perusahaan itu merupakan milik salah satu pendiri ACT. Namun, dia tidak menyebut spesifik sosok pendiri ACT tersebut.
“Kami menemukan ada transaksi lebih dari dua tahun senilai Rp30 miliar, yang ternyata transaksi itu berputar antara pemilik perusahaan yang notabene juga salah satu pendiri yayasan ACT,” beber dia.
(AZF)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.