“Kami pening lah Pak,” kata Firdaus saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Juli 2022.
Jaksa heran Firdaus bisa pening karena tak mampu memenangkan paket pekerjaan arahan Marcos. Sementara, Marcos hanya dari pihak swasta.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Kenapa pening, kan saudara diberikan kewenangan oleh undang-undang supaya tidak diintervensi siapa pun, independen di sana. Karena berkaitan dengan nasib saudara selaku ASN di sana? Takut dimutasi, dimarahin? Terbuka saja Pak setelah gagal memenangkan enam paket pekerjaan itu?” tanya salah satu jaksa.
“Kami merasa tidak memenuhi permintaan Marcos,” ujar Firdaus.
Firdaus tak mengetahui perusahaan yang akan menggarap paket pekerjaan itu. Namun, hal itu diduga berkaitan dengan Marcos.
“Saya kurang tahu,” ucap firdaus.
Firdaus menuturkan Marcos kerap mengintervensi terkait proses pelelangan paket-paket pekerjaan di lingkungan Kabupaten Langkat. Marcos juga disebut melakukan upaya meloloskan perusahaan-perusahaan yang direstui menggarap paket pekerjaan.
Jaksa heran dengan kendali Marcos. Menurut Firdaus, dia tunduk dengan Marcos karena melihat sikap atasannya Kabag UKPBJ Suhardi.
“Karena melihat pimpinan saya pun seperti itu juga,” ucap Firdaus.
Firdaus diperiksa sebagai saksi terkait perkara yang menjerat Terbit Rencana Perangin Angin. Terbit didakwa menerima suap Rp572 juta dari Direktur CV Nizhami Muara Perangin Angin. Penerimaan uang itu dilakukan bersama kakak Terbit sekaligus Kepala Desa Balai Kasih Iskandar Perangin Angin.
Penerimaan uang itu juga dibantu tiga kontraktor, yakni Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra. Ketiganya juga sudah menjalani persidangan dengan surat dakwaan yang terpisah dari Terbit dan Iskandar.
Penerimaan uang itu terjadi sekitar Juli 2021-18 Januari 2022. Uang suap dimaksud agar Terbit memberikan paket pengerjaan ke beberapa perusahaan Muara.
Terbit diduga mengatur proses pengadaan di unit kerja pengadaan barang dan jasa sekretariat daerah Kabupaten Langkat usai mendapatkan uang dari Muara. Permainan kotor itu dilakukan agar perusahaan Muara mendapatkan paket pekerjaan di Dinas PUPR Langkah dan Dinas Pendidikan Langkat pada 2021.
Terbit dan Iskandar didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(JMS)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.