Sabtu, 9 Juli 2022 – 21:26 WIB

VIVA – Polri mendapati ada aliran dana masuk kantong pribadi para pengurus Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Berdasar penyelidikan pada Yayasan ACT, mereka mengelola beberapa dana sosial/CSR dari beberapa perusahaan serta donasi dari masyarakat.

“Diantaranya donasi masyarakat umum, donasi kemitraan perusahaan nasional dan internasional, donasi Institusi atau kelembagaan non korporasi dalam negeri maupun internasional, donasi dari komunitas dan donasi dari anggota lembaga,” ujar Karopenmas Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Polisi Ahmad Ramadhan kepada wartawan, Sabtu 9 Juli 2022.

Dirinya menjelaskan sekitar Rp60 miliar terkumpul setiap bulannya. Dari jumlah tersebut, pihak yayasan memotong 10 sampai 20 persen. Berdasar pengakuan pengurus, uang digunakan untuk bayar gaji pengurus serta seluruh karyawan. Sementara pembina dan pengawas juga dapat dana operasional bersumber dari potongan donasi itu.

Baca juga: Diduga Catut Dana Korban Lion Air, Polri: ACT Tak Libatkan Ahli Waris

“Jadi langsung dipangkas oleh pihak Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar 10 persen sampai 20 persen (Rp6 miliar sampai Rp12 miliar),” katanya.

Dia menambahkan, Yayasan Aksi Cepat Tanggap ACT sebagai yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan diluncurkan pada 15 April 2005 dengan pendiri Ahyuddin. 

Berjalannya waktu, ACT memperluas karya dan mengembangkan aktivitas mulai dari tanggap darurat, program pemulihan pasca bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat serta program berbasis spritual seperti kurban, zakat dan wakaf. 

Tapi, belakangan, diduga ada penyimpangan yang dilakukan oleh para pengurus atas dana yang dikelola.

Kantor ACT Sumut di Kota Medan.

Kantor ACT Sumut di Kota Medan.

Photo :

  • VIVA.co.id/ B.S. Putra (Medan)

Adapun, atas tindakan tersebut, diduga telah melanggar Pasal 372 KUHP dan atau; Pasal 374 KUHP dan atau; Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau; Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau; Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Di mana ancaman pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000.

“Ahyudin selaku pendiri merangkap ketua, pengurus dan pembina serta Saudara Ibnu Khajar selaku ketua pengurus melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial atau CSR,” katanya lagi.

Artikel ini bersumber dari www.viva.co.id.