Jakarta: Sejumlah partai politik mulai terbuka menyampaikan simulasi bakal calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) ke publik. Hal ini dinilai patut diapresiasi karena menjadi bentuk keterbukaan partai terhadap publik.
 
“Menurut saya setiap upaya yang dilakukan partai politik atau gabungan partai politik untuk membuat berbagai simulasi pasangan bakal capres-cawapres dan menawarkan ke publik, merupakan bagian dari pelaksanaan mandat UUD 1945,” ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luqman Hakim kepada saat dihubungi, Minggu, 24 Juli 2022.
 
Ia mengatakan UUD 1945 mengamanatkan partai politik atau gabungan untuk membuat berbagai simulasi pasangan bakal capres dan cawapres serta menawarkannya kepada publik. Berbagai simulai pasangan bakal capres-cawapres yang dilakukan partai politik maupun kelompok sipil dinilai merupakan praktik pendidikan politik yang baik bagi rakyat. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Justru mumpung masih jauh dari waktu pendaftaran capres-cawapres 2024 oleh parpol atau gabungan parpol ke KPU, keterbukaan menyampaikan simulasi paslon bakal capres-cawapres ke publik patut mendapatkan apresiasi,” terang dia.
 
Dia menilai menyembunyikan figur capres-cawapres dan mengumumkannya pada detik-detik terakhir masa pendaftaran ke KPU dapat dianggap sebagai upaya parpol mendikte rakyat. Bahkan, memberangus hak rakyat menentukan presiden-wakil presiden yang akan dipilih dalam pemilu 2024 mendatang. 
 
Strategi politik tertutup tersebut dinilai tidak cocok lagi untuk demokrasi modern di era serba terbuka seperti saat ini. “Berangkat dari kesadaran demokratik dan prinsip keterbukaan akan partisipasi rakyat yang luas, secara sadar PKB sejak dini dengan terbuka mengumumkan akan mencalonkan Ketum PKB Gus Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden 2024,” ujar dia.
 

Ia menyebut PKB tidak pernah menjaga jarak apalagi bersembunyi dari pandangan rakyat, juga dari respons parpol-parpol lain. Beragam pandangan akan menjadi pertimbangan dalam menentukan arah koalisi dan memutuskan capres-cawapres yang akan didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
 
Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menekankan pemimpin yang terpilih tidak hanya dinilai dari prestasi yang ditorehkan. Tapi, harus multidimensi atau mendekati figur sempurna.
 
“Tidak bisa menilainya dari prestasinya saja karena prestasi itu bisa saja tidak selalu diberitakan atau diketahui orang banyak. Orang yang berprestasi belum tentu layak menjadi pemimpin sedangkan pemimpin yang terpilih nanti memang benar-benar terpilih dan harus mulitdimensi,” ungkap Guspardi.
 
Ia menyebut upaya partai politik mencari figur yang dinilai cocok diusung dalam pemilihan 2024 menjadi bagian dari tranparansi dan tanggung jawab parpol terhadap konstituennya. Hal ini juga dinilai bentuk kesiapan parpol menghadapi Pilpres 2024.
 
“Yang dilakukan saat ini bentuk keterbukaan dan itu sesuatu yang positif meminta respons publik, mengenalkan dan juga publik bisa menilai layak tidaknya calon ini,” ujar Guspardi.
 
Dia menegaskan partai politik kita tidak boleh bersikap apriori dan siapa pun yang diajukan harus direspons sebagai sesuatu yang positif. “Ini juga sebagai bentuk keterbukaan partai dalam memberikan pendidikan politik. Bentuk akuntabilitas agar tidak pilih kucing dalam karung,” kata Guspardi.
 
Sebelumnya, Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyoroti dinamika politik yang kerap membahas isu capres dan cawapres serta koalisi untuk Pilpres 2024. Dia menegaskan sosok pemimpin harus memiliki prestasi. Menurutnya, sebelum berbicara soal penjodohan capres-cawapres, harus mengetahui soal rekam jejak prestasi sosok pemimpin tersebut. 
 

(AGA)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.