Bekasi: Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menunggu hasil investigasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait kebijakan yang akan diambil tentang simpang CBD. Hal itu disampaikan Direktur Lalu Lintas pada BPTJ, Sigit Irfansyah.
 
Dia menjelaskan, pihaknya menunggu hasil investigasi untuk menentukan langkah yang akan diambil selanjutnya.
 
“Kalau dari BPTJ ini kami juga masih menunggu hasil investigasi dari tim KNKT. Mudah-mudahan dalam 1-2 hari ini kami dapat draf, apakah itu bisa dilakukan penutupan seperti itu, jadi apakah temporary atau permanen kita masih tunggu hasilnya,” kata dia di Bekasi, Selasa 19 Juli 2022.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Dia menyampaikan, pihaknya menunggu data tersebut untuk mengetahui bagaimana awal mula sejarah dari simpang CBD Cibubur.
 
“Datanya harus lengkap ya mulai dari sejarahnya simpang ini dibuka ya. Tadi KNKT juga sedang menggali itu dokumen-dokumennya,” ujarnya.
 

Sigit mengaku belum mengetahui  sejarah adanya traffic light yang dipasang tepat di jalan yang menurun yang menjadi lokasi kecelakaan maut tersebut.
 
Namun, rencananya BPTJ akan membuat rekayasa lalu lintas di sepanjang Jalan Raya Transyogi – Cibubur untuk menentukan persimpangan jalan yang akan ditutup maupun dibuka.
 
Sebelumnya, sebanyak 10 orang tewas dalam kecelakaan maut Truk Tangki Pertamina pada Senin 18 Juli 2022 di Jalan Alternatif Cibubur, Kota Bekasi.
 
Kecelakaan maut yang melibatkan truk tangki bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina (Persero) dan belasan motor serta mobil di Jalan Alternatif Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, menelan banyak korban jiwa yang terjadi Senin sore, 18 Juli 2022.
 
Salah satu yang disorot masyarakat adalah keberadaan lampu lalu lintas alias traffic light di lokasi kejadian yang memang dianggap berbahaya karena posisi kontur jalan yang menurun.
 
Bahkan kini muncul petisi agar lampu merah tersebut dicopot agar tidak ada kejadian serupa.
 
“Saat ini di Jalan Transyogi sedang ada pembangunan project CBD seberang Citra Grand, dengan adanya proyek tersebut dibuat lampu merah untuk keluar masuk kendaraan dari CBD, padahal kontur jalanan tersebut adalah turunan baik dari arah Jakarta maupun Cileungsi,” tulis Umi N dalam petisi yang sudah ditandangani oleh lebih dari 30 ribu orang.
 
Menanggapi petisi itu, pakar keselamatan berkendara, Jusri Pulubuhu akhirnya ikut buka suara. Menurut Jusri, bisa saja traffic light menjadi penyebab kecelakaan namun itu bukanlah faktor utama.
 
“Penyebab kecelakaan itu ada empat faktor, manusia, kendaraan, lingkungan, dan faktor cuaca. Faktor lingkungan ini termasuk di dalamnya infrastruktur dan lain-lain. Kalau dikatakan lampu merah jadi penyebab, bisa saja. Tapi itu salah satu kontributor faktor,” kata Jusri.
 
“Jadi lampu merah bukan biang kerok atau faktor utama. Kalau itu dihilangkan (lampu merah) apakah berarti tidak akan ada kejadian (kecelakaan) yang lain. Jadi harus dilakukan yang namanya analisi atau dampak dari keberadaan traffic light tadi,” sambung instruktur sekaligus founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC).
 

(WHS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.