Jakarta: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu berharap peningkatan ekspor pada Juni 2022. Hal ini seiring upaya stabilisasi harga yang semakin membuahkan hasil memberikan dukungan pada pertumbuhan ekonomi triwulan II dan tahun ini secara umum.
 
“Dengan demikian pemulihan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tetap kuat,” kata Febrio dalam keterangan resmi, dilansir Antara, Senin, 18 Juli 2022.
 
Ekspor Indonesia pada Juni 2022 mencapai USD26,09 miliar, meningkat signifikan dibanding Mei 2022 sebesar USD21,51 miliar. Kinerja signifikan itu terutama didorong kembali naiknya ekspor produk sawit setelah harga kebutuhan pokok di dalam negeri semakin stabil, sehingga pelarangan ekspor produk sawit dicabut.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Menurut Febrio, peningkatan ekspor produk sawit penting di tengah eskalasi berbagai risiko global akibat perang di Ukraina yang berkepanjangan, serta berbagai tantangan multidimensional lainnya seperti pandemi yang belum sepenuhnya selesai secara merata di seluruh dunia.

Kinerja impor kembali menguat

Di sisi lain, kinerja impor juga kembali menguat didukung oleh impor bahan baku yang menandakan aktivitas ekonomi domestik terus membaik. Impor Juni 2022 tercatat sebesar USD21,00 miliar dari Mei 2022 yang senilai USD18,60 miliar.
 
“Pandemi semakin terkendali, sehingga aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat menunjukkan tren peningkatan dan terus membaik. Selain itu, peningkatan impor bahan baku dan barang modal mencerminkan aktivitas sektor industri dalam negeri yang terus beranjak pulih,” ungkapnya.
 
Pemulihan impor terkait aktivitas industri, kata dia, sejalan dengan pergerakan Purchasing Manufacturing Index (PMI) Manufaktur Juni 2022 yang tetap ekspansif di tengah perlambatan aktivitas industri yang terjadi di banyak negara.
 

Menguatnya kedua komponen perdagangan internasional ini mendorong surplus neraca perdagangan pada Juni 2022 sebesar USD5,09 miliar, yang terutama ditopang oleh sektor nonmigas dengan surplus sebesar USD7,23 miliar. Sedangkan sektor migas mengalami defisit sebesar USD2,14 miliar.
 
“Kinerja neraca perdagangan menunjukkan kenaikan ekspor mampu menyerap risiko kenaikan harga komoditas global di sisi impor,” kata Febrio.
 
Ia menuturkan, pemerintah menyadari kinerja yang tetap kuat pada perdagangan internasional Indonesia ini terjadi di saat dunia sedang dihadapkan pada berbagai risiko global, di antaranya berupa risiko krisis pangan dan energi, tekanan inflasi, dan penurunan kinerja ekonomi Tiongkok.
 
Oleh karenanya, pemerintah terus mengantisipasi dan menyiapkan mitigasi berbagai risiko tersebut salah satunya dengan APBN. Pemerintah akan terus menggunakan APBN sebagai instrumen sentral dalam upaya mitigasi berbagai risiko agar dampaknya tidak sampai ke masyarakat, seperti melalui kebijakan subsidi dan perlindungan sosial untuk masyarakat miskin dan rentan.
 
Selain itu, penguatan belanja prioritas, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur juga terus dilakukan untuk penguatan produktivitas dan peningkatan kapasitas produksi perekonomian nasional.
 

(AHL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.