Jakarta: Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) melalui anak usahanya terus melakukan riset dan pengembangan untuk mendukung dan menyukseskan Program Swasembada Pangan Nasional.
 
Termutakhir adalah meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan tebu sekaligus meningkatkan produksi kedelai melalui pilot project tumpang sari (intercropping) tebu-kedelai atau dikenal dengan Sistem BULE. Gagasan ini diinisiasi oleh Holding Perkebunan Nusantara PTPN III dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan luasan areal yang dimiliki PTPN turut memberikan andil dalam meningkatkan produksi kedelai di Indonesia dan khususnya produksi tebu untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi nasional.
 
Untuk mengawal kesuksesan pengembangan ini, PTPN Group bekerja sama dengan perguruan tinggi yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Pilot project sistem tumpang sari BULE akan dilakukan di areal PTPN Group seluas 50 hektare (ha) di empat titik lokasi, yaitu di PTPN VII, PTPN IX, PTPN X, dan PTPN XI.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Penanaman perdana sistem tumpang sari Tebu-Kedelai (BULE) yang dilakukan oleh Direktur Produksi dan Pengembangan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III Mahmudi pada Plant Cane (PC) MT 2022-2023 di lahan HGU PTPN IX, Unit Kebun Merbuh, Kab Kendal Jawa Tengah pada Senin, 11 Juli 2022, menandai dimulainya pilot project sistem tumpang sari BULE ini.
 

“Total areal yang dikerjasamakan seluas 50 ha, yaitu antara UGM dan PTPN IX, X, dan XI, selanjutnya kami akan bekerja sama dengan IPB untuk mengawal pilot project BULE di PTPN VII. Pengembangan komoditas kedelai di lahan tumpang sari ini akan terus kami kembangkan, dengan potensi tahun depan seluas 15 ribu ha di lahan HGU PTPN Group lainnya,” jelas ujar Direktur Produksi dan Pengembangan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mahmudi, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 14 Juli 2022.
 
Direktur PTPN IX Dodik Ristiawan menambahkan, sebelum pilot project BULE PTPN IX juga sudah melakukan tumpang sari kedelai di lahan karet. “Sebelumnya kami sudah melakukan sistem tumpang sari karet-kedelai, bekerja sama dengan Dinas Perkebunan Kabupaten seluas 10 ha,” tutur Dodik.
 
Pada sistem tumpang sari BULE tersebut, penanaman kedelai dilakukan di lahan tebu yang ditanam dengan dua cara yaitu secara konvensional atau larikan dan ring-pit masing-masing seluas lima ha. Diharapkan melalui sistem tumpang sari ini, produktivitas tebu dapat meningkat karena terjadi peningkatan kesuburan tanah melalui penambahan biomasa kedelai.

Keuntungan sistem BULE

Peneliti yang mewakili perwakilan dari Universitas Gajah Mada Irham menjelaskan beberapa keuntungan sistem BULE, di antaranya diharapkan mampu meningkatkan kesehatan lahan pertanaman karena ada penambahan masukan biomasa kedelai ke dalam lahan pertanaman tebu. Serta meningkatkan ketersediaan nitrogen (N) bagi tanaman tebu, dan memanfaatkan kemampuan fiksasi nitrogen secara biologis tanaman kedelai.
 
Dalam jangka panjang, sistem BULE juga akan memperbaiki kesuburan tanah, sehingga meningkatkan rerata produktivitas tebu nasional dan turut berkontribusi pada peningkatan produksi gula nasional. Masuknya kedelai di lahan tebu pun mampu meningkatkan luas areal penanaman kedelai nasional. Inilah yang menjadi tujuan dari pengembangan sistem BULE, meningkatkan produksi kedelai nasional yang berasal dari produksi kedelai di areal pertanaman tebu Pulau Jawa.
 
Beberapa kajian yang telah dilakukan menunjukkan peningkatan nisbah kesetaraan lahan dari 1,0 menjadi 1,2-1,3, dapat menjamin kecukupan pasokan raw material (tebu giling) pabrik-pabrik gula.
 
“Harapannya tentu meningkatkan minat petani untuk menanam tebu, karena nilai keuntungan per unit lebih baik,” tutup Irham.
 

(AHL)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.