SURYA.CO.ID, KOTA PASURUAN – Masuknya anggota aktif DPRD Kota Pasuruan ke penjara gara-gara diduga membawa ‘dosa’ korupsi masa lalu, seperti menjadi peringatan bahwa peluang bertindak koruptif selalu ada.

Dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan, Maryadi Idham Khalid mengingatkan Pemkot Pasuruan agar memetik pelajaran dari kasus korupsi pengadaan tanah proyek pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU).

Sekadar informasi, Kejari Kota Pasuruan menetapkan dua tersangka dalam dugaan korupsi dengan pemalsuan akta jual beli untuk pengadaan tanah pembangunan proyek JLU. Dua tersangka itu adalah S, anggota Komisi I DPRD Kota Pasuruan dari Faksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atau mantan Camat Gadingrejo saat pengadaan tanah itu dilakukan tahun 2015.

S juga menjadi Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) saat itu. Tersangka kedua adalah EW, staff tersangka S saat menjadi Camat Gadingrejo. Keduanya dijebloskan sel tahanan Lapas kelas II B Kota Pasuruan, Senin (11/7/2022) sore.

Menurut kajari, kerugian memang tidak signifikan karena pemkot mengalami kerugian Rp 118 juta. “Bukan besar atau kecil kerugian, tetapi niat melawan hukum ini ada,” tegas Maryadi.

Disampaikan pula, mens rea sudah ada dan ini membawa dampak banyak sekali, karena pembebasan lahan untuk pembangunan JLU adalah kepentingan orang banyak, orang Kota Pasuruan.

“Pemkot harus bisa menjadikan kasus ini evaluasi untuk kegiatan pembangunan agar berjalan semestinya dan tidak ada tindakan-tindakan (koruptif) seperti ini lagi di kemudian hari,” lanjut Maryadi.

Maryadi menyebut, penindakan hukum tetap harus dilakukan agar perbuatan ini jangan sampai terulang, dengan membuat akal-akalan. Apalagi JLU ini proyek strategis yang diandalkan sejak lama.

Dan dari kasus S, pemalsuan akta jual beli ini dilakukan tahun 2015 saat ia menjabat Camat Gadingrejo. Modusnya, S dan EW diduga dengan sengaja membuat akta jual beli untuk tanah satu bidang yang sudah jelas tidak terdampak pembebasan JLU.

Tanah yang seharusnya dibebaskan ini adalah tanah bidang A. Namun tanah bidang A ini tidak diketahui pemiliknya atau ahli warisnya. Sehingga, dua tersangka ini membuat akta jual beli untuk tanah bidang B.

Sejatinya, jarak tanah bidang A dan tanah bidang B ini sangat jauh. Tidak ada korelasinya, satu di sisi selatan dan satunya di sisi barat. Tidak signifikan, sehingga penyidik menduga ada perbuatan melawan hukum.

Dari hasil penyidikan penyidik, kedua tersangka diduga dengan sengaja membuat akta jual beli untuk tanah bidang B yang jelas – jelas tidak terdampak pembangunan JLU untuk menguntungkan pihak lain.

Pemilik tanah bidang B ini tidak seharusnya menerima uang ganti rugi dari Pemkot Pasuruan, karena tanahnya tidak masuk dalam rencana pembabasan lahan untuk pembangunan JLU. *****


Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.