Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Kurikulum Merdeka untuk menghadapi learning loss akibat pandemi covid-19. Kurikulum Merdeka m0uncul bermula dari Kurikulum Darurat pada masa covid-19.
 
“Kemudian model ini kita terapkan sebagai kurikulum prototipe yang kini menjadi dasar Kurikulum Merdeka,” kata Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Anindito Aditomo (Nino) dikutip dari siaran YouTube Komisi X DPR RI, Senin, 11 Juli 2022.
 
Nino menjelaskan esensi dari Kurikulum Merdeka ialah memberikan pengajaran kepada siswa dengan muatan materi yang lebih sederhana. Dia menyebut materi sederhana yang disaring berdasarkan tingkat esensial dipercaya mampu memberikan dampak baik kepada murid.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Dengan fokus pada yang esensial, ternyata ini sesuai dugaan kami bahkan melebihi ekspektasi, dua tahun penggunaan Kurikulum Darurat ternyata pengajaran lebih efektif untuk menjauhi learning loss,” kata Nino itu.
 
Dia yakin Kurikulum Merdeka akan berdampak sama, yakni mengatasi learning loss secara nasional. “Tujuan kita adalah recovery dari learning loss pandemi. Dan seperti yang kita lihat pada saat kita menawarkan Kurikulum Darurat dengan memberikan pilihan,” kata dia.
 
Nino mengungkapkan dari analisa, sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013, dari sisi literasi mengalami kehilangan pembelajaran sekitar 6 bulan. Sementara itu, untuk numerasi kehilangan sekitar 5 bulan.
 
Namun, saat ditawarkan Kurikulum Darurat, secara organik ada 31,5 persen sekolah yang mengadopsi  kurikulum tersebut. Sekolah ditawarkan model pembelajaran lebih sederhana, lebih fokus, dan beban materi lebih ringan.
 
“Apa yang terjadi pada 31 persen sekolah ini? Kita melihat learning loss-nya lebih sedikit. Sekolah yang menggunakan Kurikulum 13 mengalami learning loss 5 bulan, mereka yang mengubah ke Kurikulum Darurat hanya mengalami learning loss 1 bulan,” beber dia. 
 
Nino yakin Kurikulum Merdeka yang berasal dari Kurikulum Darurat mampu berdampak positif pada pembelajaran siswa. “Sekarang waktunya kita punya kurikulum yang ringkas, lebih sederhana, dan fleksibel untuk bisa learning loss recovery dan mengejar ketertinggalan kita,” tutur Nino.
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.