Jakarta: Suami dari Bupati nonaktif Kolaka Timur (Koltim) Andi Merya Nur, Mujeri Dachri Muchlis, mengaku dilarang oleh istrinya masuk ke pemerintahan. Hal itu disampaikan Mujeri saat menjadi saksi kasus dugaan suap persetujuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Koltim.
 
“Dia juga larang saya untuk masuk di dunia politik. Dia larang saya masuk di pemerintahan,” kata Mujeri saat persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 7 Juli 2022.
 
Mujeri mengungkapkan hal itu saat jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar dia terkait nota kesepakatan. Dalam percakapan suara yang diputar jaksa, Mujeri dan Andi Merya berbicara hal tersebut.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Jaksa mengonfirmasi apakah nota kesepakatan yang dimaksud itu terkait pengajuan dana PEN 2021. Mujeri berkelit bahwa dia dengan Andi Merya tidak kerap membicarakan soal PEN.
 
“Oh tidak pak (membicarakan PEN). Saya tidak sampai (sana),” jelas Mujeri.
 
Mujeri juga mengaku tahu pertemuan Andy Merya dengan mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto, di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat. Ardian merupakan salah satu terdakwa dalam perkara ini.
 
“Karena (Andi Merya) memang sering berangkat, karena program-program untuk turun ke daerah. Karena niat dia mau membangun daerahnya,” ucap Mujeri.
 

Mujeri juga mengiyakan sebuah foto pertemuan istrinya dengan Ardian yang ditampilkan jaksa sebagai barang bukti. Jaksa mencecar pengetahuan Mujeri terkait pertemuan tersebut yang diduga guna memuluskan pengajuan dana PEN untuk Koltim.
 
Pasalnya, Andi Merya menceritakan berbagai hal kepada Mujeri. Namun, Mujeri mengaku tidak banyak tahu terkait PEN termasuk nilai dana tersebut.
 
“Ya dia (Andi Merya) bilang syukur Alhamdulillah. Kita sudah mendapatkan bantuan untuk membangun daerah,” ujar Mujeri.
 
Ardian Noervianto dan mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar didakwa menerima suap sebesar Rp2,4 miliar. Uang itu dimaksudkan untuk melancarkan pengurusan dana PEN 2021 Pemkab Kolaka Timur.
 
Uang suap itu diberikan oleh Andi Merya Nur dan pengusaha LM Rusdianto Emba. Dalam perkara ini, Laode berperan meminta alamat dan nomor telepon ajudan Ardian untuk diberikan ke Andi agar pengurusan dana PEN Kolaka Timur makin lancar.
 
Usai diberikan uang suap itu, Ardian langsung memberikan pertimbangan kepada menteri dalam negeri agar usulan dana PEN Pemkab Kolaka Timur disetujui. Pertimbangan dari Kemendagri merupakan syarat agar pengajuan dana PEN disetujui.
 
Ardian dan Laode didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

(LDS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.