SURYA.CO.ID, PASURUAN – Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada ternak, terutama pada sapi, tidak hanya mengganggu jual beli menjelang peringatan haru besar Idul Adha. Tetapi juga membawa dampak negatif bagi pertumbuhan dan perkembangan bisnis susu sapi, terutama sapi perah.
Di Kabupaten Pasuruan, ancaman PMK juga berdampak pada tingkat produksi susu dari sapi perah. Hal itu disampaikan Ketua I Koperasi Peternakan Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan Nongkojajar, Sulistyanto.
Sulistyanto mengatakan, produksi susu peternak drop alias turun, bahkan sempat mampet (terhenti) saat wabah PMK ini. “Ini sangat berdampak sekali. Produksi susu sapi dari anggota koperasi sangat merosot dan ini membuat perekonomian tidak stabil,” kata Sulistuanto, Kamis (7/7/2022).
Sulistyanto menjelaskan, kondisi ini sudah diatasi dengan pencegahan dan pengobatan sapi tertular PMK. Namun biayanya tidak murah. “Baik yang dikeluarkan koperasi, peternaknya sendiri, maupun pemerintah. Bahkan bantuan dari pihak-pihak terkait juga tidak sedikit,” lanjutnya.
Harapannya, kata Sulistyanto, sapi-sapi perah bisa cepat sembuh agar produksi susu kembali normal. “Wabah ini sudah menyebar sampai ke peternakan sejak akhir April lalu,” urai Sulistyanto.
Ia juga bersyukur karena ada tindakan cepat darurat oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. “Semuanya tanggap darurat, secara bersama-sama,” tambahnya.
Namun, ia menyebut, pemulihan produksi susu butuh waktu dan biaya besar, untuk itu diperlukan peran dan gotong royong semua pihak untuk menangani wabah ini. “Vaksinasi PMK tahap I sudah dikerjakan sejak 24 Juni sampai hari ini terakhir. semoga kekebalan tubuh sapi cepat tumbuh untuk melawan virus PMK ini,” paparnya.
Tujuan vaksinasi itu, lanjurna, agar sapi ini cepat sembuh. Maka butuh nutrisi tinggi seperti pakan konsentrat, obat, dan multi atau lainnya untuk percepatan recovery. “Kami juga berharap ada bantuan dari pemerintah kepada peternak skala kecil yang memiliki 2 – 4 ekor sapi tetapi mati saat wabah ini merebak,” terangnya.
Dan ia berharap ada bantuan agar peternak bisa melanjutkan usaha produksi susu tersebut, sehingga pengentasan ekonomi tetap tumbuh. “Akhir-akhir ini banyak peternak panik dan takut terhadap PMK sehingga sapinya yang sedang sakit buru-buru dijual. Padahal sapi itu masih bisa disembuhkan,” ungkapnya.
Ia mengaku khawatir wabah PMK dan ketakutan peternak akan kematian sapinya dimanfaatkan pihak lain yang cari untung. Contohnya, harga sapi normal induk sekitar Rp 20 juta cuma dihargai sekitar Rp 2 juta bagi sapi yang sakit. Padahal sakitnya bisa disembuhkan,” tandasnya. ****
Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.