Jakarta: Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak masyarakat mensyukuri harga beras di Indonesia yang tidak naik. Padahal saat ini sedang terjadi gejolak rantai pasok pangan di dunia karena konflik militer Rusia dan Ukraina.
 
“Bayangkan. Kita ini harus betul-betul bersyukur negara kita diberikan pangan yang harganya, beras utamanya, tidak naik. Harus kita syukuri betul,” kata Presiden Jokowi, di puncak peringatan Hari Keluarga Nasional Ke-29 Tahun 2022, dilansir dari Antara, Kamis, 7 Juli 2022.
 
Di tengah gejolak rantai pasok pangan dunia, ia menyebutkan Indonesia masih memiliki sumber produksi beras yang melimpah. “Untungnya, kita ini, Alhamdulillah, rakyat kita utamanya petani masih berproduksi beras, dan sampai saat ini harganya belum naik, semoga tidak naik karena stoknya selalu ada dan sudah tiga tahun kita tidak impor beras lagi,” ujarnya.







Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?




Stok beras di pasar domestik, kata Presiden, selalu melimpah sehingga tidak memerlukan impor. “Biasanya kita impor 1,5 juta ton, dua juta ton. Ini sudah tidak impor lagi. Ini Menteri Pertanian hadir di sini, terima kasih Pak Menteri,” kata Jokowi.

Meskipun demikian, Presiden mengingatkan seluruh pihak untuk selalu mewaspadai kondisi rantai pasok pangan dan energi saat ini. Hal itu terutama untuk komoditas gandum, karena Indonesia merupakan importir gandum. Pasokan gandum dari dua negara yang dilanda konflik, Rusia dan Ukraina, terhambat.
 

Padahal dua negara tersebut merupakan produsen besar untuk gandum di pasar dunia. “Ini hati-hati, yang suka makan roti, yang suka makan mie, bisa harganya naik. Karena apa? Ada perang di Ukraina. Kenapa perang di Ukraina memengaruhi harga gandum? Karena produksi gandum itu 30-40 persen berada di negara itu, Ukraina, Rusia, Belarus, semua ada di situ,” jelasnya.
 

Bahkan, tambahnya, beberapa negara sudah mengalami kekurangan pangan dan kelaparan karena terhambatnya pasokan pangan akibat perang Ukraina dan Rusia. “Bayangkan, berapa ratus juta orang ketergantungan kepada gandum Ukraina dan Rusia? dan sekarang ini sudah mulai karena barang itu tidak bisa keluar dari Ukraina, tidak bisa keluar dari Rusia,” tutupnya.

 

(ABD)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.