Jakarta: Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 yang memberikan dampak negatif bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi dasar penolakan rencana kenaikan CHT, khususnya segmen sigaret kretek tangan (SKT). Kenaikan pada 2023 akan berdampak terhadap para tenaga kerja yang terlibat langsung seperti petani tembakau dan para pelinting SKT.
 
Pemerintah sebelumnya telah menyampaikan rencana kenaikan penerimaan cukai sebesar Rp245,45 triliun pada 2023, atau naik 11,6 persen dibandingkan yang ditetapkan dalam Perpres 98/2022. Secara historis sekitar 95 persen target penerimaan cukai dipikul oleh CHT.
 
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Pamekasan Samukrah memahami kebijakan pemerintah yang ingin mendapatkan penerimaan tambahan melalui rencana kenaikan CHT. Meski begitu, pihaknya meminta pemerintah untuk mempertimbangkan aspek serta dampak lain yang lebih luas di industri.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Sebagai petani tembakau perwakilan dari Pamekasan, sangat keberatan dengan rencana tersebut. Jangan hanya karena ingin mendapatkan tambahan penerimaan negara, petani tembakau yang dikorbankan,” ucapnya kepada wartawan, Rabu, 24 Agustus 2022.
 
Ketika tarif cukai naik, kata Samukrah, industri akan menekan biaya produksi. Salah satu caranya, industri bisa saja membeli tembakau dengan harga yang lebih rendah. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan pertemuan bersama seluruh petani tembakau untuk membahas rencana kenaikan CHT, termasuk SKT.
 
“Akibatnya ya petani juga yang rugi. Lha wong biaya pokok produksi kami cukup tinggi. Yang jelas, Pamekasan itu lahan tembakaunya 32 ribu hektare atau 57 persen dari seluruh area tembakau di Jawa. Belum daerah lain di pulau Madura seperti Sumenep dan Sampang,” ungkapnya.
 

Pertemuan tersebut dinilai penting karena dengan begitu diharapkan akan membuat pemerintah semakin mengerti kenapa penolakan kenaikan CHT pada 2023 ini terjadi. “Saya khawatir pemerintah tidak tahu soal ini, sehingga bisa begitu saja memutuskan sesuatu yang menyangkut nasib orang banyak,” ujar Samukrah.
 
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo berharap seluruh pihak sebaiknya memandang persoalan di IHT dengan jernih. Pasalnya di sektor industri juga terdapat industri padat karya yang proses produksinya masih manual dengan tangan.
 
“Semuanya perlu duduk bareng agar tercipta keputusan yang benar-benar pro terhadap pemulihan ekonomi, sesuai tagline pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat. Kita berharap kenaikan CHT ditunda,” ujar dia.
 
Terlebih berdasarkan data yang sama, lanjut Edy, IHT sudah terkontraksi cukup dalam sejak munculnya pandemi covid-19, pertumbuhannya minus 5,78 persen pada 2020 dan tahun berikutnya tumbuh tapi masih negatif yakni minus 1,32 persen. 
 
“Sedangkan kuartal kedua 2022, tumbuh ke level minus 0,03 persen. Artinya, IHT memang membaik namun masih terkontraksi. Menunjukkan daya beli masyarakat belum benar-benar pulih,” ucapnya.
 

(END)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.