Jakarta: Besarnya basis suara yang dimiliki Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Muhammadiyah merupakan magnet tersendiri bagi partai politik (parpol). Sebagai dua organisasi Islam utama yang ada di Indonesia, NU dan Muhammadiyah memiliki pengaruh yang besar untuk membantu parpol memenangi kontestasi Pemilu 2024 mendatang.
 
“Karena jumlah massa yang besar, kita tau ormas (organaisasai masyarakat) seperti NU dan Muhammadiyah selalu jadi rebutan parpol dalam pemilu. Banyak kandidat calon presiden (capres) calon wakil presiden (cawapres) dan ketua umum partai mendatangai keduanya terkait dukungan,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, di Jakarta, Sabtu, 6 Agustus 2022. 
 
Ujang menuturkan sejatinya NU dan Muhammadiyah perlu bebas dari pengaruh politik praktis. Keterlibatan NU dan Muhammadiyah dalam kegiatan politik praktis dapat mengaburkan tujuan mereka sebagai ormas keagamaan. Ormas keagamaan hanya akan cenderung menjadi alat untuk meraih kekuasaan.  

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Tidak akan kritis lagi, hanya jadi alat kekausaan. Jika demkiian rakyat akan berharap kepada siapa lagi,” ujarnya.
 

 
Ujang melanjutkan, dalam berkampanye kandidat capres hingga parpol tidak boleh mengidentikan diri dengan atribut NU dan Muhammadiyah. Hal tersebut sesuai dengan komitmen yang disampaikan oleh Ketua NU Yahya Cholil Staquf yang berharap tidak ada pihak yang memperalat lembaganya untuk memenangkan pemilu.
 
“Ucapan Gus Yahya itu harus konsisten. Harus dilaksanakan di lapangan yang pada faktanya selalu cair dalam menggunakan atribut apapun termasuk PBNU dan Muhammadiyah,” ungkapnya.
 
Menurut Ujang, komitmen Ketua NU Gus Yahya untuk menjauhkan praktik politik praktis dalam lembaganya merupakan arah baru yang positif. Selama ini NU kerap dibayang-bayangi oleh pengaruh politik praktis yang sayangnya mendapat dukungan dari kepemimpinan NU sebelumnya.
 
“Soal kekuatan NU dan Muhammadiyah tentu sangat kuat. Selalu jadi rebutan dalam setiap pemilu. Oleh karena itu sebenarnya kalau dirayu, digoda, ditarik-tarik tergantung pengurus NU itu sendiri. Kalau kuat tidak masuk rayuan politik tidak terlibat politik ya bisa. Tapi kalau ikut main politik dan tidak tentu ini yang bahaya,” ungkapnya. 
 
Sebelumnya, Ketua Umum NU Yahya Cholil Staquf meminta kontestan Pemilu 2024 tidak menggunakan identitas sebagai senjata untuk meraih kemenangan, termasuk identitas NU. Hal ini disampaikan Yahya di acara 10 Tahun Forum Pemred di kawasan Kuningan, Jakarta, Jumat, 5 Agustus.
 
“Sebuntu apapun para kontestan ini di dalam menonjolkan atau di dalam menghadapi kompetisi yang ada, kita mohon betul supaya jangan menggunakan identitas sebagai senjata, apakah itu identitas etnik, identitas agama, termasuk identitas NU,” kata Yahya.
 

(END)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.