Jakarta: Pengadilan didesak segara mengeksekusi hasil gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap perusahaan terkait dampak kerusakan lingkungan. Salah satunya dampak kerusakan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan. 
 
“Hingga saat ini total gugatan yang dimenangkan KLHK melawan korporasi perusak hutan sebesar Rp 19,5 triliun. Pengadilan Negeri yang menangani kasus-kasus tersebut harus segera mengeksekusi putusan agar para perusak hutan membayar ganti rugi,” kata Anggota Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema di Jakarta, Minggu, 3 Juli 2022. 
 
Menurut Ansy, perusahaan telah terbukti melakukan perusakan lingkungan melalui putusan inkrah Mahkamah Agung. Dari itu, Pengadilan harus berani dan tegas mengeksekusi berbagai putusan berkuatan hukum tetap tersebut. Perusahaan yang terbukti salah harus segera melakukan pembayaran ganti rugi atas berbagai kerugian ekologis yang ditimbulkan. 

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Jangan sampai dikesankan negara tunduk, takluk, kalah berhadapan dengan korporasi perusak hutan yang secara hukum telah dinyatakan bersalah. Puncak dari gugatan bukan kemenangan KLHK yang dinyatakan melalui penetapan putusan inkrah, tetapi eksekusi atas berbagai putusan-putusan tersebut,” tegas Ansy. 
 

Dari data 2015–2020, Ansy menyampaikan pengadilan hanya mampu mengeksekusi putusan perdata sebesar Rp500 miliar dari total nilai putusan inkrah sektor kehutanan sebesar Rp 19,5 triliun. Menurutnya, potret minim eksekusi putusan inkrah sektor kehutanan tersebut harus segera dievaluasi dan dicari jalan keluarnya oleh KLHK dan pengadilan.  
 
“Eksekusi Rp500 miliar adalah angka yang sangat kecil dari total Rp19,5 triliun nilai putusan inkrah. Mengapa bisa sekecil ini? Pengadilan dan KLHK harus duduk bersama untuk mencari cara-cara cepat dan efektif untuk melakukan eksekusi tersebut,” tegas Ansy. 
 
Menurut Ansy, percepatan eksekusi putusan inkrah sektor kehutanan sangat mendesak karena saat ini kontribusi sektor kehutanan terhadap penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi nasional sangat minim. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Kehutanan pada 2021 hanya mencapai Rp5,6 triliun dari total seluruh PNBP sebesar Rp350 triliun. Artinya, total PNBP dari kehutanan sangat kecil, yakni 1,6 persen.
 
“Kontribusi sektor kehutanan almost nothing, pinjam penilaian Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani. Maka, eksekusi atas berbagai putusan inkrah sektor kehutanan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan penerimaan negara sektor kehutanan di tengah agenda perbaikan ekologi dan pemulihan ekonomi dari dampak covid-19,” jelas Ansy. 
 
Jelas-jelas, kata Ansy perusahaan yang terbukti bersalah tersebut telah merusak hutan, mengancam keanekaraman hayati, dan berkontribusi terhadap aneka dampak negatifnya seperti banjir, kekeringan, abrasi, polusi, dan lain-lain. Eksekusi putusan inkrah sektor kehutanan dan lingkungan hidup sangat penting untuk menimbulkan efek jera. 
 
“Selain itu, masyarakat akan melihat ketegasan sikap negara sebagai regulator untuk melindungi hutan dan lingkungan hidup. Alam nusantara adalah milik generasi masa depan bangsa yang harus dijaga dan dilestarikan,” lanjutnya. 
 
Ansy menambahkan, penegakan hukum dalam kasus-kasus lingkungan hidup akan mengundang apresiasi dunia internasional terkait komitmen Indonesia terhadap isu-isu yang berkaitan dengan keberlanjutan lingkungan.
 
“Apalagi isu tersebut menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan G-20 di Bali, nanti. Dengan mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang melakukan perusakan lingkungan, Indonesia dalam kapastias sebagai Presidensi G-20 telah menunjukkan tindakan komitmen nyata atas keberlangsungan lingkungan hidup,” tutupnya. 
 
Untuk diketahui, terdapat tiga agenda prioritas terkait keberlangsungan lingkungan yang dibahas dalam pertemuan G-20. Pertama, mendukung pemulihan yang berkelanjutan. Kedua, peningkatan aksi berbasis daratan dan lautan untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim. Dan ketiga, peningkatan mobilisasi sumber daya untuk mendukung perlindungan lingkungan hidup dan tujuan pengendalian perubahan iklim

 

(WHS)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.