Jakarta: Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan hal-hal yang memberatkan tuntutan hukuman PT Nindya Karya (Persero) serta PT Tuah Sejati lantaran dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011. Salah satunya yakni meraup keuntungan tak wajar.
 
“Para terdakwa melakukan korupsi dengan berkehendak aktif, bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran,” kata JPU KPK M Agus Prasetya Raharja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Agustus 2022.
 
Hal memberatkan lainnya yakni proyek fisik hasil korupsi masih dapat digunakan. Namun, menurut hasil audit kualitasnya tidak sesuai spesifikasi dan tidak dapat dimanfaatkan secara sempurna.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Perbuatan para terdakwa juga tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi,” ujar Agus.
 

Sedangkan, hal-hal yang meringankan hukuman yakni PT Nindya Karya telah mengembalikan seluruh hasil tindak pidana. Sementara PT Tuah Sejati baru sebagian.
 
Pada perkara ini, PT Tuah Sejati bersama PT Nindya Karya (Persero) dituntut membayar denda pidana sebesar Rp900 juta. Keduanya dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang, Aceh, Tahun Anggaran 2006-2011. 
 
Kedua terdakwa korporasi itu dinilai terbukti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. PT Nindya Karya diperkaya sebanyak Rp44.681.053.100. Sedangkan, PT Tuah Sejati diperkaya sebanyak Rp49.908.196.378.
 
Kedua perusahaan tersebut didakwa merugikan negara yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan Pembangunan Dermaga Sabang pada Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang (BPKS) Tahun Anggaran 2004-2011. Proyek itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
 
Terdapat persengkokolan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dalam penggarapan proyek tersebut. Sejumlah kontrak dan laporan dibuat sedemikian rupa agar proyek berjalan sesuai kesepakatan yang berujung melawan hukum.
 
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dituntut melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
 
Pada persidangan ini, PT Nindya Karya diwakili oleh Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A Karim. Sedangkan, PT Tuah Sejati diwakili oleh Muhammad Taufik Reza selaku direktur perusahaan tersebut.
 

(AGA)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.