“Jumlah pendaftar keseluruhan adalah 188 orang, terdiri dari 148 laki-laki dan 40 perempuan,” kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Sobandi melalui keterangan tertulis, Sabtu, 2 Juli 2022.
Sobandi mengatakan pihaknya telah melaksanakan rapat pada Jumat, 1 Juli 2022. Beberapa keputusan telah diambil, namun dia masih belum mau mengungkap hasilnya.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Keputusan akhir akan diumumkan di hari Senin, 4 Juli, sore,” tegas dia.
Meski tidak dijabarkan secara detail, Sobandi menyebut para peserta berlatar belakang advokat, akademisi, aparatur sipil negara (ASN), TNI, karyawan swasta, pejabat publik, mantan hakim ad hoc tindak pidana korupsi, dan pensiunan ASN.
Selama proses penjaringan calon hakim ad hoc, MA mensyaratkan para peserta berusia 45-65 tahun, memiliki latar belakang hukum, serta berpengalaman di bidang hukum minimal 15 tahun. Nantinya, para hakim ad hoc yang terpilih tidak terikat pekerjaan penuh waktu (full time).
Sebab, MA akan menerapkan sistem penugasan detasering. Oleh karena itu, dia meminta para calon pendaftar, khususnya para ahli tidak khawatir. Dalam hal ini, hakim ad hoc tidak akan ditempatkan permanen di pengadilan tetapi hanya akan dipanggil ketika ditugaskan atau ada perkara.
MA membutuhkan enam hakim ad hoc untuk menangani perkara Paniai, baik di pengadilan tingkat pertama, banding, maupun kasasi. Jika proses seleksi berjalan lancar, MA memprediksi sidang perdana perkara tersebut bisa dilaksanakan pada pertengahan Agustus 2022.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan perkara HAM berat Paniai ke Pengadilan HAM Makassar, Sulawesi Selatan, sejak 15 Juni 2022. Seorang perwira menengah, yakni Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang saat peristiwa terjadi pada Desember 2014 menjabat sebagai Perwira Penghubung Kodim Paniai ditetapkan sebagai tersangka tunggal.
(JMS)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.