redaksiharian.com – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyatakan pihaknya akan terus memantau perkembangan di Amerika Serikat (AS) yang terancam gagal bayar utang. Dia berharap kejadian itu tidak sampai berdampak ke Indonesia.
Suahasil meyakini pemerintah AS di bawah Presiden Joe Biden bisa segera mencari solusi atas risiko gagal bayar utang. Pasalnya jika tidak, akan menjadi ancaman krisis ekonomi di banyak negara.
“Kita perhatiin dengan seksama seperti apa perkembangan di AS-nya. Kan kalau baca berita, mereka coba cari solusi, pastinya nanti akan kita lihat bagaimana pergerakan di tingkat dunianya. Moga-moga nggak ada apa-apa,” kata Suahasil saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2023).
Hal yang sama juga dikatakan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa. Dia menilai risiko gagal bayar utang di AS hampir tidak ada dampaknya dari sisi fundamental ekonomi Indonesia.
“Kalau jatuh tiba-tiba gagal bayar apa dampaknya kita belum tahu, tapi kalau dari sisi fundamental ekonomi hampir tidak ada. Mungkin di AS saja ada sedikit atau goyah ke dolar maupun pasar modal di sana,” ujar Purbaya di lokasi yang sama.
Untungnya Indonesia tidak lagi terlalu bergantung ke AS terutama dengan mata uangnya. Momentum ini justru disebut bisa membuka peluang peringkat utang Indonesia akan naik.
“Kalau sampai default jelek record AS, jelek rating utang di masa yang akan datang. Kan sekarang A+ bunganya rendah, kalau default nanti isu utang lagi pasti ratingnya harusnya turun. Kalau dia turun kita jadi naik harusnya. Jadi netral to positive ke kita, kalau ke Amerika negatif. Ya kita bersyukur lah kita lebih pintar sedikit daripada Amerika,” ujar Purbaya.
AS terancam gagal bayar utang. Cek halaman berikutnya.
Menteri Keuangan AS Janet Yellen memberi peringatan bahwa AS terancam gagal bayar utang pada 1 Juni 2023 jika plafon utang tak dinaikkan Kongres AS. Diketahui utang AS saat ini sudah mencapai batas yakni US$ 31,4 triliun atau setara Rp 461.000 triliun (dalam kurs Rp 15.000).
Menurut Yellen, saat ini AS terancam kehabisan uang tunai. Ia mendesak Kongres AS bergerak cepat untuk menaikkan atau menangguhkan plafon utang agar pemerintah bisa memberikan kepastian terkait pembayaran utang.
“Kita telah belajar dari pengalaman sebelumnya, ketika keputusan tentang kenaikan atau penundaan pagu utang pemerintah harus menunggu hingga menit-menit terakhir, itu dapat menyebabkan masalah serius terhadap dunia usaha dan kepercayaan konsumen, meningkatkan biaya utang jangka pendek bagi pembayar pajak, dan berdampak negatif terhadap peringkat utang AS,” katanya dikutip dari AP, Rabu (3/5/2023).
AS berencana untuk meminjam US$ 726 miliar atau setara Rp 10.089 triliun selama kuartal awal tahun ini. Angka itu lebih besar US$ 449 miliar atau setara Rp 6.735 triliun dari yang diproyeksikan pada Januari lalu.
Peningkatan itu dikarenakan saldo kas pemerintah di awal kuartal lebih rendah karena penerimaan pajak tak sesuai harapan ditambah pengeluaran yang tinggi. Yellen mengatakan bahwa AS harus segera mencari jalan keluar untuk menyelesaikan masalah ini.
“Kongres harus memilih untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang, dan itu harus dilakukan tanpa syarat dan tidak boleh menunggu sampai menit terakhir. Saya percaya itu adalah tanggung jawab dasar para pemimpin bangsa kita untuk menyelesaikan ini,” tutup Janet.