redaksiharian.com – – Peneliti Setara Institute Ismail Hasani mengkritik vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo , terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Hutabarat atau Brigadir J.

Ismail mengatakan, vonis mati yang dijatuhkan oleh majelis hakim tidak sesuai dengan konstruksi hukum hak asasi manusia (HAM) karena telah melanggar hak hidup seseorang.

“Dalam konstruksi hukum hak asasi manusia, hukuman mati adalah bentuk pelanggaran hak hidup. Hak hidup adalah given dan nilai universal bagi rezim hukum HAM dan dianut negara-negara beradab,” kata Ismail dalam keterangan tertulis, Selasa (14/2/2023).

Ismail mengungkapkan, dalam menghukum seseorang, negara melalui peradilan semestinya tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman mati apapun jenis kesehatannya.

Namun, Ismail mengakui bahwa publik menilai vonis mati terhadap Ferdy Sambo adalah hukuman yang setimpal dengan perbuatannya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Ia juga memaklumi keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman mati karena pidana mati masih dianggap sebagai hukum positif, meski Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru telah menjadikan hukuman mati sebagai pidana alternatif.

Oleh sebab itu, ia berharap, negara melalui lembaga peradilan dapat mengoreksi pidana mati yang dijatuhkan terhadap eks kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu.

“Pengadilan di tingkat banding dan kasasi masih memungkinkan negara mengkoreksi pidana mati dengan hukuman lain yang setimpal dan membuat efek jera,” ujar Ismail.

Ia juga menegaskan bahwa kasus Ferdy Sambo semestinya menjadi pelajaran serius bagi institusi Polri untuk melakukan reformasi di internal lembaga tersebut.

“Bukan hanya fokus membenahi citra tetapi kinerja. Agenda reformasi Polri harus kembali digerakkan setelah mandek dalam satu dekade terakhir,” kata Ismail.

Diberitakan sebelumnya, Ferdy Sambo divonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai, Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

“Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu, pidana mati,” katanya melanjutkan.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut agar Ferdy Sambo dijatuhi pidana penjara seumur hidup.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.