redaksiharian.com – Jagat media sosial dihebohkan dengan somasi yang dilayangkan EsTeh Indonesia, perusahaan yang menjual aneka minuman kepada salah satu pelanggannya.
Bicara soal minuman olahan seperti EsTeh, tren minuman ‘teh baru’ ini sebenarnya sudah cukup lama masuk ke pasaran. Di China, tempat berkembangnya minuman ‘teh baru’, memiliki omset tahunan lebih dari US$ 20 miliar (Rp 303,5 triliun) pada tahun 2021.
Menurut data pendaftaran perusahaan pemerintah China, pada 2020 hanya 18,8% dari bisnis “teh baru” yang bertahan selama lebih dari setahun.
Beberapa merek fokus pada produk utama olahan teh baru, sementara beberapa meluncurkan produk baru dengan berbagai varian, salah satunya bubble tea. Tren bisnis minuman bubble tea, atau yang biasa disebut boba, terus menguat dalam beberapa tahun belakangan.
Dalam laporan Momentum Works bertajuk “Bubble Tea The Business Behind Southeast Asia’s favourite Drink” nilai pasar boba di Asia Tenggara diperkirakan mencapai US$3,66 miliar atau sekitar Rp54 triliun pada 2021.
Asia Tenggara menawarkan berbagai tempat uji coba bagi merek-merek China yang berekspansi ke luar negeri. Indonesia pun tercatat sebagai pasar minuman boba terbesar, dengan estimasi nilai pasar US$1,6 miliar atau sekitar Rp24 triliun.
Pasar terbesar kedua adalah Thailand yang memiliki nilai pasar US$749 juta. Vietnam berada di peringkat ketiga dengan nilai pasar US$362 juta. Kemudian di ada Singapura di posisi keempat dengan nilai pasar US$341 juta, dan Malaysia dengan nilai pasar US$330 juta.
Adapun Mixue menjadi merek minuman boba yang memiliki gerai terbanyak di Asia Tenggara. Momentum Works mencatat, di 2022 waralaba perusahaan dari Tiongkok ini memiliki lebih dari 1.000 gerai yang tersebar di Vietnam, Thailand, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Indonesia.