Hari Jumat (12/8) lalu, Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Selatan Florida membuka segel surat perintah dan tanda terima properti dari penggeledahan yang dilakukan FBI pada hari Senin (8/8) di kediaman pribadi mantan Presiden AS Donald Trump di Mar-a-Lago, negara bagian Florida.
Dari surat dan tanda terima itu diketahui bahwa agen FBI menemukan 11 set dokumen, termasuk yang berlabel sangat rahasia (top secret), rahasia (secret) dan konfidensial (confidential).
Jaksa Agung AS Merrick Garland sendiri yang memberikan persetujuan penggeledahan tersebut. “Departemen Kehakiman tidak mengambil keputusan seperti itu dengan enteng. Jika memungkinkan, merupakan praktik standar untuk mencari cara yang tidak terlalu mengganggu sebagai alternatif penggeledahan dan untuk mempersempit cakupan penggeledahan yang dilakukan,” ujarnya.
Trump, yang menentang penggeledahan itu, pada hari Kamis (11/8) membuat tuduhan tak berdasar bahwa mantan Presiden AS Barack Obama sendiri menyimpan 33 juta dokumen, termasuk yang bersifat rahasia. Arsip Nasional AS langsung mengeluarkan pernyataan pada hari Jumat (12/8) untuk membantah klaim tersebut dengan mengatakan pihaknya telah mengambil alih catatan kepresidenan Obama ketika ia meninggalkan Gedung Putih.
Para politikus Partai Republik membela Trump, dengan mengatakan bahwa pemerintahan Biden telah menggunakan Departemen Kehakiman dan FBI sebagai senjata untuk kepentingan politik.
Anggota DPR dari Partai Republik asal New York, Elise Stefanik, mengatakan, “Presiden Donald Trump adalah lawan politik paling memungkinkan untuk Joe Biden pada [Pilpres AS] 2024, dan sekarang ini sudah kurang dari 100 hari menjelang pemilihan paruh waktu yang kritis.”
Trump kini sedang diselidiki atas kemungkinan pelanggaran Undang-Undang Spionase, alias pemata-mataan, yang mencakup pelanggaran berupa kesalahan penanganan materi rahasia negara.
Terlepas dari ancaman pidana yang akan menjeratnya atau tidak, kasus ini sudah merusak keamanan nasional.
Veteran CIA dan peneliti nonresiden senior Universitas Georgetown, Paul R. Pillar, menuturkan melalui Skype, “Bahkan apabila dokumen-dokumen itu sekarang sudah diambil alih oleh FBI dan pemerintah asing tidak bisa mengakses langsung dokumen-dokumen tersebut, kemungkinan ada orang-orang di Mar-a-Lago, kediaman Trump, yang sempat bisa mengaksesnya, yang telah membaca sebagiannya, yang sudah mengetahui isinya. Mereka semua berpotensi direkrut menjadi sumber intelijen asing.”
Pillar menambahkan, pemerintah asing juga akan mencari tahu apakah dokumen-dokumen itu mengandung informasi yang memalukan atau merusak mereka. Sebagai informasi, salah satu dokumen yang diambil dari kediaman Trump diberi label “Informasi mengenai Presiden Prancis.” [rd/lt]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.