Pada tahun 2010, badan dunia urusan pendidikan, iptek dan kebudayaan atau UNESCO mengakui angklung sebagai warisan budaya takbenda dunia. Dengan menyandang status itu, 36 remaja usia 15 hingga 23 tahun yang bergabung dalam Tim Muhibah Angklung tampil di manca negara.

Kali ini mereka melawat ke beberapa negara bagian Amerika guna mengikuti beberapa festival seni, seperti dijelaskan oleh Direktur dan produser Tim Muhibah Angklung, Maulana Syuhada kepada VOA.

“Kami lihat ada dua festival ternama nih, di Barley, Idaho namanya Magis Valley Folk Fest, dan di Springfield, Utah, namanya World Folk Fest. Nah kami mendaftar dan katanya memang cukup ketat untuk bisa masuk ke sana. Kata Direktur Internasionalnya, dari 84 grup yang mendaftar ke World Folk Festival itu hanya 10 yang diterima. Dan salah satunya tim angklung dari Indonesia, dan satu-satunya dari Asia. Sebetulnya tujuan utama kami adalah menghadiri kedua festival tersebut.”

Direktur Tim Muhibah Angklung, Maulana Syuhada dengan latar belakang grup yang dipimpinnya (VOA/Puspita).

Direktur Tim Muhibah Angklung, Maulana Syuhada dengan latar belakang grup yang dipimpinnya (VOA/Puspita).

Namun selain pentas di dua festival tadi, maka Tim Muhibah Angklung yang sudah tampil di Asia, Eropa, dan Australia itu juga mempertunjukkan kemahiran mereka memainkan alat musik tradisional Indonesia itu di negara bagian AS lain, termasuk di New York dan Washington, DC. Mereka tampil di museum Smithsonian, Washington, DC yang bergengsi.

“Persiapan lama, 8 bulan sampai setahun dan anggarannya besar sekali, jadi setelah sampai sini mengapa tidak ke kota-kota lainnya. Kemudian KBRI mencoba untuk menawarkannya dan ternyata Smithsonian suka, dan memang untuk tampil di Smithsonian ini perlu menunggu satu sampai 2 tahun untuk bisa tampil dan dalam satu bulan hanya boleh satu negara”.

Angklung yang belum banyak dikenal secara umum oleh warga Amerika kini bisa dipentaskan di Amerika. Duta Besar RI untuk Amerika, Rosan Roeslani menyambut baik kehadiran Tim Muhibah Angklung ini.

“Kita merasa senang dan bangga karena mereka bisa tampil di Smithsonian, di New York mereka tampil di Times Square, kemudian di Chicago di salah satu museum, juga pada festival di Idaho dan Utah. Ini sesuai dengan program kami mengenai angklung. Ada program Angklung goes to America, Angklung goes to schools, jadi tentunya ini lebih mensosialisasikan, memperkenalkan budaya angklung ini ke masyarakat AS dengan lebih luas lagi.”

Angklung yang diiringi dengan lagu dan tarian dari berbagai provinsi di Indonesia itu, memberi kesan tersendiri bagi penonton Amerika.

Alexandra Obando asal Costa Rica yang tinggal di Maryland dan suka menonton acara yang diadakan oleh KBRI mengatakan kepada VOA. “Ini pertama kalinya saya menonton pertunjukan seperti itu dan saya sangat kagum dengan penampilan mereka. Menari, lagu dan alat musiknya. Benar-benar mempesona!,” tukasnya.

Beberapa tarian yang tampil mengiring permainan angklung di antaranya dari Bali dan Irian Jaya.

Tarian Bali mengiring penampilan angklung (VOA/Puspita).

Tarian Bali mengiring penampilan angklung (VOA/Puspita).

Seorang penonton dari Rochester, New York, Patrick Welsh yang pernah berkunjung dua kali ke Indonesia mengatakan, “Sangat menyenangkan. Kostum-kostum yang dikenakan berwarna-warni cerah. Pertunjukan yang menyenangkan, benar-benar bagus.”

Sebelum pandemi COVID-19, Tim Muhibah Angklung telah tiga kali melakukan misi budaya, yaitu pada 2016 ke Eropa dan 2018 ke Australia. Pentas di AS seharusnya dilakukan tahun 2020, namun ditangguhkan karena pandemi dan baru terwujud dalam lawatan kali ini.

Itulah yang membuat Oi Nurul Bagja seorang anggota Tim Muhibah Angklung asal Bandung merasa bangga, “Tampil di sini benar-benar bangga banget dan senang bias tampil ikut festival dan tampil di mana-mana bersama teman-teman. Dulu sempat tampil Eropa dan Australia di empat festival di negara yang berbeda.”

Tim Muhibah Angklung seusai pentas di Washington, DC (VOA/Puspita).

Tim Muhibah Angklung seusai pentas di Washington, DC (VOA/Puspita).

Setelah dari Washington, DC, mereka melanjutkan pentasnya dalam Festival seni budaya di Idaho dan Utah. Lagu-lagu yang dimainkan dengan angklung dan dinyanyikan juga beragam, mulai dari lagu Indonesia, lagu berbahasa Inggris seperti Mama Mia, dan lagu Italia klasik yang tenar seperti Volare dan O Sole Mio.

Selain menampilkan angklung, festival musim panas di Washington, DC ini juga memberi kesempatan bagi warga AS untuk mencicipi makanan Indonesia melalui penjualan makanan khas seperti sate, siomay dan nasi kuning. [ps/em]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.