redaksiharian.comJakarta, CNBC Indonesia – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir menguat pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (8/9/2022) menyusul bursa saham Amerika Serikat (AS) yang rebound pada perdagangan Rabu kemarin.

IHSG dibuka menguat 0,26% di posisi 7.205,58 dan ditutup di zona hijau dengan apresiasi 1,04% atau 75,45 poin ke 7.261,21 pada penutupan perdagangan sesi pertama pukul 11:30 WIB. Nilai perdagangan tercatat turun ke Rp 8,91 triliun dengan melibatkan lebih dari 20 miliar saham.

Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), sejak perdagangan dibuka IHSG sudah berada di zona hijau. Selang 5 menit kemudian, IHSG terpantau menguat 1% ke 7.258,81 dan kembali ke level 7.200. Pukul 11:00 WIB indeks masih menguat 1,06% ke 7.263,19 dan konsisten berada di zona hijau hingga penutupan perdagangan sesi I.

Level tertinggi berada di 7.269,38 sesaat sebelum perdagangan ditutup sementara level terendah berada di 7.204,65 sesaat setelah perdagangan dibuka. Mayoritas saham siang ini menguat yakni sebanyak 279 unit, sedangkan 226 unit lainnya melemah, dan 179 sisanya stagnan.

Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) masih menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya hari ini, yakni mencapai Rp 938 miliar. Sedangkan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 607,8 miliar dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 362,9 miliar.

Pergerakan IHSG siang ini cenderung mengekor Wall Street yang rebound pada perdagangan kemarin. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melesat 1,4% ke posisi 31.581,28, S&P 500 melejit 1,83% ke 3.979,87, dan Nasdaq Composite terbang 2,14% menjadi 11.791,9.

Penguatan indeks saham Wall Street semalam menyusul pelemahan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun.

Yield Treasury tenor 10 tahun terpantau melemah 3 basis poin (bp) menjadi 3,31%, setelah sempat menyentuh posisi tertingginya sejak pertengahan Juni 2022 di 3,35%, yang artinya harganya naik.

Treasury tenor 10 tahun merupakan aset pendapatan tetap yang dikenal paling aman sehingga sering disebut sebagai risk free. Ketika risk free rate naik, wajar jika saham yang lebih berisiko dilepas para investor dan mengalami koreksi harga. Setidaknya itulah yang terjadi belakangan ini.

Namun tak bisa dipungkiri, sentimen negatif masih terus membebani pasar keuangan global, termasuk IHSG. Saat ini pasar tengah mengantisipasi kebijakan moneter The Fed yang di proyeksi masih akan hawkish.

Pelaku pasar mengantisipasi The Fed akan mengerek suku bunga acuannya sebesar 75 basis poin (bps) dengan probabilitas mencapai 72% pada akhir September ini.

Namun The Fed masih memperkirakan bahwa inflasi tampaknya belum mencapai puncak sehingga kebijakan moneter yang restriktif masih akan ditempuh.

Bukan hanya The Fed, hari ini investor sedang menanti keputusan suku bunga acuan bank sentral Uni Eropa (ECB). Dengan laju inflasi yang terus meningkat dan tekanan suplai imbas perang yang belum mereda, ECB diperkirakan bakal mengambil langkah hawkish.

Pelaku pasar mulai mengantisipasi ECB akan mengerek suku bunga acuan naik dengan besaran sampai 75 basis poin (bps). Besaran tersebut sama dengan yang dilakukan oleh Fed di bulan Juni dan Juli.

Faktor yang melatarbelakangi ECB untuk mengikuti langkah Fed yang agresif mengerek suku bunga acuan adalah inflasi. Di bulan Agustus lalu, laju inflasi di kawasan Benua Biru tembus 9,7% year on year (yoy).

TIM RISET CNBC INDONESIA