redaksiharian.com – Pemerintah sementara Thailand mengusulkan agar negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) kembali bertemu dan mengajak bicara junta militer Myanmar.
Terkait usulan ini, Thailand dilaporkan telah mengundang para menteri luar negeri ASEAN untuk bertemu secara informal pada Minggu (18/6/2023), guna membicarakan upaya penyelesaian krisis Myanmar yang macet.
Usulan Thailand tersebut tertuang dalam surat tertanggal 14 Juni 2023, seperti dilihat Kantor berita Reuters pada Jumat (16/6/2023). Tiga sumber yang dihubungi Reuters mengetahui adanya undangan pertemuan informal itu.
Dalam KTT bulan lalu, para pemimpin negara-negara ASEAN telah menyerukan penghentian segera kekerasan di Myanmar.
Kekerasan itu dimulai setelah militer menggulingkan pemerintah sipil terpilih peraih Nobel Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada 2021.
Dua sumber yang mengetahui tentang rencana pertemuan informal pada hari Minggu ini mengatakan kepada Reuters, bahwa menteri luar negeri yang ditunjuk junta Myanmar turut diundang.
Namun, Reuters melaporkan, juru bicara militer Myanmar tidak menanggapi panggilan telepon pada Jumat malam.
Indonesia menolak
Reuters menulis, berdasarkan keterangan dari tiga sumber yang diwawancari, Indonesia sebagai Ketua ASEAN tahun ini menolak untuk menghadiri pertemuan yang diusulkan oleh Thailand.
Kementerian Luar Negeri mengatakan kepada Reuters bahwa pihaknya belum mendengar tentang undangan tersebut.
Singapura juga memutuskan hal serupa.
“Karena tidak ada perbaikan dalam situasi di Myanmar, akan terlalu dini untuk terlibat kembali dengan junta (Myanmar) di tingkat puncak atau bahkan di setingkat menteri luar negeri,” kata Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, saat ditanya tentang usulan Thailand dalam kunjungan ke Washington.
Kementerian luar negeri di Thailand juga disebut menolak berkomentar.
Thailand diperkirakan akan memiliki pemerintahan baru pada Agustus setelah pemilu bulan lalu di mana koalisi pro-militer yang berkuasa dikalahkan oleh partai-partai progresif dan populis.
ASEAN melarang junta Myanmar menghadiri sejumlah pertemuan tingkat tinggi karena kegagalannya untuk menghormati perjanjian 2021, yang dikenal sebagai “konsensus 5 poin”.
Konsensus tersebut mencakup seruan untuk penghentian permusuhan, digelarnya dialog antara semua pihak, dan pemberian akses kemanusiaan secara penuh.
Pemerintah Thailand sebelumnya sudah berusaha menghadirkan para pejabat militer Myanmar kembali ke pembicaraan informal dengan para pemimpin ASEAN lainnya.
Perdana Menteri Thailand saat ini, Prayuth Chan-ocha, juga pertama kali berkuasa melalui kudeta militer. Upaya Thailand tersebut terkadang bertentangan dengan upaya Indonesia.
Seorang sumber di Jakarta menyebutkan, penolakan Indonesia terhadap undangan tersebut termasuk fakta bahwa inisiatif Thailand bertentangan dengan kesepakatan ASEAN baru-baru ini pada KTT Mei lalu.
Surat Menteri Luar Negeri Don mengatakan, pertemuan yang diusulkan akan menjadi bagian awal dari proses perdamaian dan mengutip KTT di mana negara anggota membuat pernyataan tegas bahwa ASEAN harus sepenuhnya terlibat kembali dengan Myanmar di tingkat kepemimpinan.
“Sejumlah anggota mendukung seruan itu dan ada yang bersedia mempertimbangkan, tidak ada perbedaan pendapat secara eksplisit,” kata Don dalam surat tersebut.
“Jika keterlibatan menteri informal ini menghasilkan kemajuan positif yang substansial, kami ingin menyarankan agar pertemuan para pemimpin carpe diem berturut-turut diadakan setelah itu,” tambahnya.
Myanmar telah diguncang oleh sejumlah kekerasan sejak kudeta 1 Februari 2021. Junta mencoba menghancurkan gerakan perlawanan pro-demokrasi bersenjata yang dibentuk sebagai tanggapan atas tindakan keras tersebut.