RedaksiHarian – Pedro Acosta akan menjadi satu-satunya pembalap debutan pada MotoGP 2024.
Dibandingkan pembalap lainnya di MotoGP pada musim depan, Acosta, yang disebut Bocah Ajaib, jelas punya jam terbang yang paling sedikit.
Lebih-lebih, lesatan prestasinya telah mendorong untuk menembus kelas para raja hanya dalam waktu tiga tahun dan dengan membawa dua gelar juara dunia!
Akan tetapi, kualitas yang dimiliki pembalap berusia 19 tahun itu lebih dari sekadar kecepatan yang bisa ditunjukkannya di atas motor.
Kepala Tim Ajo yang menyaksikan langsung tiga tahun pertama Acosta merasa kedewasaan yang dimiliki sang pembalap lah yang membuatnya istimewa.
Inilah yang menjadi jawaban Ajo saat diminta membandingkan Acosta dengan Marc Marquez, sosok paling dominan di MotoGP dalam satu dekade terakhir.
“Selalu sulit untuk membandingkan dan saya tak tahu apakah adil untuk membandingkan karena mereka adalah orang yang berbeda,” kata Ajo kepada Marca.
“Akan tetapi, ada satu hal yang sudah terlihat di usia belia. Mereka (Marquez dan Acosta) sangat dewasa, seperti orang tua.”
“Tentang Marc, saat dia berusia 17 tahun, saya merasa seperti berbicara dengan seseorang yang berusia 35 tahun,” ungkap Ajo soal pembalap yang memberi timnya gelar kelas 125cc.
“Sekarang saya bisa mengatakan bahwa, terkadang, rasanya sama dengan Pedro.”
Kepribadian yang dewasa ini, lanjut Ajo, membuat Marquez dan Acosta memiliki pemahaman lebih baik serta mampu menentukan apa saja yang harus dikerjakan dengan serius dan yang tidak.
Kedewasaan Acosta ini juga bisa dilihat dari jawabannya dalam wawancara dengan Motorcycle News pada Desember lalu tentang ekspektasi untuk musim pertamanya.
Tidak terlihat rasa sungkan saat Acosta memposisikan dirinya di antara pembalap MotoGP lainnya. Baginya, pada dasarnya seorang Acosta sama seperti rival-rivalnya.
“Sekarang saya harus menyadari bahwa saya adalah satu pembalap lainnya yang seperti mereka,” kata pembalap yang sudah punya 16 kemenangan grand prix itu.
“Saya bukannya merasa lebih tinggi dari yang lain. Saya masih orang yang sama seperti ketika saya tiba di sini, tapi itu juga benar bahwa mereka harus memiliki respek terhadap saya.”
Bahkan dalam hal bertingkah laku, Acosta tidak menahan diri.
Acosta memahami bahwa penggemar MotoGP menginginkan rivalitas panas yang bisa dibicarakan, terutama seperti era Valentino Rossi dan musuh-musuhnya.
Perang mental pun bukan hal yang asing bagi Acosta.
Sebelum mengunci gelar Moto3 dalam musim debutnya, Acosta menggoda rival utamanya, Dennis Foggia, dalam sesi pemanasan.
Kemudian, dalam selebrasi kemenangan sebagai pengantar piza setelah balapan Moto2 Italia, Acosta sempat-sempatnya menawarkan sepotong piza kepada tim Marc VDS.
Marc VDS merupakan tim pesaingnya dalam perburuan gelar yaitu Tony Arbolino. Arbolino sendiri menjadi runner-up dalam balapan kandangnya ini.
“Saya senang menjadi pribadi yang sedikit natural, dan terkadang saya tahu telah membuat kesalahan karena menjadi seperti ini dan mengatakan hal-hal yang tak perlu dikatakan.”
“Akan tetapi, penggemar ingin melihatnya. Kami di sini untuk menunjukkan emosi. Kalau kami marah, kami menunjukkannya. Kalau kami bahagia, kami menunjukkannya.”
“Jika suatu hari kami mengalami masalah di lintasan dan tidak berada dalam bentuk terbaik, kami menunjukkannya,” tandas Acosta.
Acosta musim depan akan memperkuat tim satelit KTM yaitu GASGAS Tech3.
Menjadi pembalap debutan, putra seorang nelayan itu berhak mengikuti tes shakedown di Sepang pada 1-3 Februari 2024 sebelum tes pramusim di sirkuit yang sama pada 6-8 Februari 2024.