redaksiharian.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI ) bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu ( Bawaslu ) dalam mengawasi kemungkinan adanya eksploitasi dan penyalahgunaan anak dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Kerja sama itu diresmikan dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dan Ketua KPAI Ai Maryati Solihah di Ballroom Hotel Redtop, Jakarta, Selasa (23/5/2023).

“Sangat penting kerja sama ini dilakukan karena belajar dari masa lampau, tidak luput dari penyalahgunaan anak dalam politik,” ujar Ai Maryati, Selasa.

Adapun KPAI telah melakukan pengawasan terhadap penyalahgunaan anak dalam politik selama tahapan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 dan 2018, serta Pemilu 2019.

Hasil pengawasan tersebut menunjukkan bahwa masih banyak peserta Pemilu dan Pilkada yang melibatkan anak pada masa kampanye hingga sengketa penghitungan hasil Pemilu atau Pilkada.

“Pada tahun 2014 bentuk-bentuk penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik sebanyak 248 kasus oleh 12 partai politik nasional,” kata Ai Maryati.

Selanjutnya, pada Pemilu 2019, didapati pelanggaran kurang lebih 80 kasus penyalahgunaan anak oleh partai politik peserta Pemilu.

Sebut saja, anak dibawa dalam kampanye terbuka maupun terbatas oleh partai politik atau orang tua yang hadir dalam kampanye tersebut.

Tak hanya pelanggaran oleh parpol, adapula korban yang jatuh yaitu sebanyak 2 anak korban aksi massa yang rusuh karena kekecewaan terhadap hasil Pilpres tahun 2019 di Jakarta, serta 1 korban jiwa di Pontianak.

“Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) besar bahwa ini betul-betul harus kita waspadai sebagai sebuah gejala atas munculnya kekecewaan dan fiksi-fiksi dalam politik,” kata Ai Maryati dalam sambutannya.

Lebih lanjut, saat proses pencocokan dan penelitian (coklit) pemutakhiran data pemilih, Bawaslu mendapati 94.956 anak yang belum menikah, sehingga tidak memenuhi syarat sebagai pemilih, malah dimasukkan ke dalam daftar pemilih.

Sehingga, menurut Ai Maryati, peran kerjasama Bawaslu dan KPAI nantinya akan berupaya untuk mencegah, menghalau, bahkan menangani dan menanggulangi kemungkinan kasus penyalahgunaan anak dalam berpolitik 2024.

“Hal-hal yang memang ini terjadi dinamika yang bisa terjadi kapan pun dari sebuah kontestasi politik,” ujarnya.

Bentuk-bentuk pengawasan yang akan dilakukan oleh Bawaslu dan KPAI, di antaranya pengawasan atas kemungkinan terjadinya penyalahgunaan anak dan berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan lainnya terhadap anak pada setiap tahapan Pemilu dan Pilkada tahun 2024.

Kedua, berupa menyebarluaskan informasi kepada publik tentang Pemilu dan Pilkada tahun 2024 yang ramah anak, serta pengemasan dan distribusi materi literasi kepemiluan terkait Pemilu dan Pilkada tahun 2024 yang ramah anak.

Selanjutnya, KPAI dan Bawaslu juga akan menyediakan layanan penanganan kasus pelibatan anak atau kegiatan lainnya yang mengakibatkan anak menjadi korban pelanggaran kampanye pada Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2024, serta Kegiatan pencegahan lain yang dipandang perlu dan disepakati para pihak.

“Untuk itu, MoU ini memberikan dukungan kepada kita semua, harapan besar kepada kita semua, bangsa ini akan menyambut Pemilu dengan baik dan tentu dengan nilai-nilai perlindungan anak bangsa,” kata Ai Maryati.