redaksiharian.com

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas menuntut Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) untuk membatalkan dihapusnya kewajiban peserta Pemilu 2024 menyerahkan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).

Valentina Sagala selaku perwakilan Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas mengancam, bakal mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu ( DKPP ) jika aturan tersebut tidak kunjung dibatalkan.

“Dalam hal lembaga penyelenggara pemilu tidak menindaklanjuti tuntutan di atas, kami akan mengambil upaya pelaporan/pengaduan ke DKPP,” kata Valentina di kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Ia menyatakan, KPU semestinya tetap mewajibkan peserta pemilu melaporkan LPSDK demi terwujudnya pemilu berintegiras serta memperkuat pemerintahan yang bersih.

Dalam pemilu, ia menambahkan, uang memiliki peran dan fungsi yang penting, salah satunya untuk mendapatkan pengaruh demi mencapai kekuasaan.

Padahal, kewajiban menyerahkan LPSDK sudah menjadi tradisi hukum yang diatur dan diterapkan sejak Pemilu 2014 hingga Pilkada 2020 lalu.

“Penghapusan kewajiban peserta Pemilu 2024 menyusun dan melaporkan LPSDK, jelas berpotensi merugikan pemilih,” kata Valentina.

Valentina dan kawan-kawan pun menuntut KPU dan Badan Pengawas Pemilu untuk memeriksa dan memverifikasi atas kebenaran data laporan dana kampanye , baik itu LPSDK, Laporan Akhir Dana Kampanye (LADK), maupun Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

“Untuk mencegah resiko manipulasi data dan potensi aliran dana ilegal dari sumber-sumber rawan tindak pidana, khususnya korupsi, yang berpotensi merugikan dan mengkriminalisasi kelompok rentan,” kata dia.

Sebelumnya, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI dan pemerintah pada Senin lalu, KPU RI menyebut bahwa LPSDK dihapus karena tidak secara eksplisit diatur di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Sebagai informasi, kewajiban lapor LPSDK sudah diterapkan sejak Pemilu 2014. Dalam skala nasional, peserta Pemilu 2019 pun masih diberikan kewajiban ini meskipun UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah diundangkan.

Di sisi lain, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik mengatakan, dihapusnya LPSDK untuk Pemilu 2024 juga tidak terlepas dari singkatnya masa kampanye pada pemilu kali ini yang hanya 75 hari.

Sebagai alternatifnya, KPU bakal mendorong peserta pemilu untuk memperbarui informasi terkait penerimaan dan pengeluaran dana kampanye mereka melalui aplikasi Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam).