redaksiharian.com – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menargetkan hasil urban farming atau pertanian perkotaan yang dikelola warga bisa mencukupi sekitar 60 persen kebutuhan pangan di Kota Pahlawan, Jawa Timur.

“Target kami sebenarnya ingin sebanyak-banyaknya, tapi saat ini kami targetkan 60 persen saja. Karena itulah saya minta Pak Sekda (Sekretaris Daerah) dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian untuk membuat neraca komoditi dulu,” kata Eri Cahyadi saat membuka Festival Urban Farming di Surabaya, Selasa.

Melalui neraca komoditi tersebut, Wali Kota Eri menginginkan setiap kebutuhan bahan pangan di masing-masing kampung bisa diketahui. Dengan begitu pihaknya akan bisa menghitung berapa lahan yang harus disiapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk urban farming.

“Ini yang belum pernah dilakukan di manapun. Saya harus melihat neraca komoditi dulu, barulah kami sediakan. Sekarang banyak yang bisa dipenuhi dari urban farming di Kota Surabaya,” ujarnya.

Berdasarkan perhitungannya, saat ini hasil dari urban farming warga masih sekitar 30 persen memenuhi kebutuhan pangan di Surabaya. Ia pun meminta jajarannya membuat neraca komoditi untuk bisa menghitung seluruh kebutuhan di Kota Surabaya.

“Kebutuhan di Surabaya besar karena ada restoran, hotel dan lainnya. Makanya, saya ingin membuat neraca komoditi kebutuhan dari semua hotel, rumah makan dan termasuk kebutuhan investor tadi. Dari neraca komoditi tadi maka kita bisa menyediakan lahan-lahan untuk memenuhi kebutuhan ini,” ujarnya.

Menurutnya, sekarang ini produk urban farming yang dihasilkan kelompok tani di Kota Surabaya mampu menarik banyak investor. Terlebih lagi, kata dia, kualitas produk urban farming yang dihasilkan juga luar biasa.

“Sehingga neraca-neraca komoditi yang dari perusahaan-perusahaan itu, dari investor, rumah makan juga, akan kami collect (kumpulkan) untuk kita sediakan lahan-lahan yang lainnya untuk kelompok tani kita,” katanya.

Di sisi lain ia memastikan Pemkot Surabaya akan terus berkomitmen mengoptimalkan lahan aset yang sebelumnya tidak digunakan. Bahkan saat ini sejumlah aset yang sebelumnya tidur, sudah dijadikan lahan pertanian, perikanan, hingga tempat wisata yang dikelola oleh warga.

“Hampir semuanya yang selama ini menjadi lahan tidur, yang tidak dimanfaatkan, ada yang dijadikan tambak, ada yang dijadikan tempat wisata dan ada yang dijadikan lahan pertanian,” ujarnya.

Meski demikian ia mengakui masih banyak lahan milik Pemkot Surabaya yang keberadaannya belum optimal. Untuk itu ia berkomitmen mengoptimalkan aset yang masih tidur tersebut untuk bisa digunakan urban farming kelompok tani di Surabaya.

“Karena saya yakin betul, dari kelompok tani urban farming ini bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang sangat besar yang dibutuhkan oleh rumah makan, hotel maupun investor,” ucapnya.