Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa masyarakat Indonesia makin susah beli rumah menyusul beberapa faktor yang menjadi penyebabnya.
Hal itu diungkap oleh Sri Mulyani pada acara Securitization Summit 2022 di Jakarta beberapa waktu lalu.
Menurut Sri Mulyani, ada beberapa alasan kenapa masyarakat makin sulit membeli rumah.
Salah satunya adalah tren kenaikan suku bunga acuan secara global karena imbas lonjakan inflasi.
Dia mengungkapkan, kenaikan inflasi akan mendorong kenaikan suku bunga acuan dibarengi dengan kenaikan suku bunga perbankan.
Alhasil, masyarakat yang ingin membeli rumah dinilai akan sulit lantaran harus merogoh kocek lebih dalam.
“Untuk membeli rumah 15 tahun mencicil di awal berat, suku bunga dulu, prinsipalnya di belakang. Itu karena dengan harga rumah tersebut dan interest rate sekarang harus diwaspadai karena cenderung naik dengan inflasi tinggi. Maka masyarakat akan semakin sulit untuk membeli rumah,” katanya melansir cnbcindonesia.com.
Suku Bunga Naik, Masyarakat Susah Beli Rumah
Meningkatnya inflasi membuat suku bunga acuan bank sentral di beberapa negara turut terkerek.
Hal tersebut berimbas pada melonjaknya suku bunga kredit di sektor perumahan.
Untuk itu, dia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun policy framework dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia.
“Bank Indonesia dalam hal ini dapat melakukan melalui policy macroprudential-nya yaitu dengan menurunkan risiko dari Aset Tertimbang Menurut Risiko atau ATMR-nya untuk sektor perumahan dan melonggarkan loan to value,” tuturnya.
Tujuannya, agar lebih banyak yang berani mendanai sektor perumahan karena bobot risikonya diturunkan oleh bank sentral di dalam prudential frame.
Pilih Tinggal dengan Mertua
Sri Mulyani mengatakan bahwa backlog perumahan tercatat sebesar 12,75 juta.
Artinya, kata dia, masih banyak generasi muda yang antre membutuhkan rumah.
Hal ini termasuk bagi generasi muda yang akan berumah tangga, namun tidak bisa mendapatkan rumah karena tidak terjangkau.
“Purchasing power mereka dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi sehingga mereka akhirnya end-up tinggal di rumah mertua atau dia nyewa. Itu pun kalau mertuanya punya rumah juga, kalau ga punya rumah, itu juga jadi masalah lebih lagi, menggulung per generasi,” katanya melansir okezone.com.
Tidak hanya suku bunga, masalah harga tanah juga jadi sorotan menteri terpintar di Kabinet Indonesia Maju tersebut.
Harga Tanah Meningkat
Saat ini, masih ada masalah dari sisi pasokan di mana harga tanah selalu meningkat terutama di perkotaan ditambah kenaikan harga bahan baku perumahan.
Padahal, Sri menyatakan bahwa kontribusi sektor perumahan terhadap APBN cukup signifikan.
Apalagi, ditambah dengan aspek penciptaan kesempatan kerja.
“Dia punya multiplier effect yang besar dan juga share-nya terhadap PDB di atas 13%. Namun, ini belum klop. Kita punya gap antara demand dengan purchasing power, itu namanya harap-harap cemas,” tuturnya.
“If you can exercise your demand, it means you have purchasing power. Saya bermimpi punya rumah dan saya berencana punya rumah, keduanya berbeda, mimpi ya mimpi, kalau berencana ya berarti sudah ada daya belinya untuk mengeksekusi rencananya,” lanjutnya.
Bagaimana menurutmu, Sahabat 99?
***
Semoga bermanfaat.
Simak informasi menarik lainnya di Berita 99.co Indonesia.
Cek rumah impian hanya di www.99.co/id dan rumah123.com.
Dapatkan kemudahan untuk memenuhi kebutuhan properti karena kami selalu #AdaBuatKamu.
Yuk, temukan hunian favorit salah satunya Grand Batavia & Cluster Pelican!
Artikel ini bersumber dari www.99.co.