redaksiharian.com – Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) per 3 September kemarin memberikan dampak yang cukup besar terhadap pengeluaran. Dalam waktu singkat, kondisi ini akan mempengaruhi keuangan rumah tangga karena kenaikan harga di berbagai sektor.

Oleh karena itu, masyarakat perlu mempersiapkan berbagai strategi keuangan agar kondisi ini tidak serta merta menghambat kehidupan di masa depan nantinya, khususnya dalam aktivitas investasi.

Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Freddy Tedja menyampaikan beberapa strategi yang dapat dilakukan agar investasi dapat tetap berjalan di tengah kondisi ekonomi seperti sekarang ini.

Hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengurangi pos pengeluaran yang bersifat rekreatif dan atau ‘masih bisa ditangguhkan’, misalnya jalan-jalan ke kafe atau mal.

Bagaimanapun, jika penghasilan tidak bisa ditambah, maka satu-satunya cara agar keuangan rumah tangga tetap sehat adalah dengan mengurangi pengeluaran pada pos yang tidak produktif.

“Kita perlu menurunkan gaya hidup tanpa perlu menurunkan kebutuhan hidup. Kita perlu makan tiga kali sehari, tapi tidak perlu selalu di restoran kan?” kata Freddy dalam keterangannya, Sabtu (23/09/2022).

Kita harus segera mulai membiasakan diri dengan mengatur ulang arus kas dari gaji atau penghasilan dan juga mengatur ulang pengeluaran primer. Untuk sementara, ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu kurangi jumlah yang dibeli atau cari substitusi dengan harga lebih rendah, sehingga jumlah atau volume tetap sama.

Lebih lanjut, Freddy memberikan contoh soal penggunaan dana darurat. Ia menekankan, jangan pernah menggunakan pos dana darurat untuk kebutuhan rekreatif, atau untuk sekedar menjaga gaya hidup agar tetap sama seperti di era suku bunga rendah.

“Dana darurat, jika terpaksa, boleh dipakai untuk menutupi lonjakan biaya pengeluaran primer, seperti belanja makanan dan transportasi bulanan,” tambahnya.

Jangan korbankan masa depan dan investasi. Cek halaman berikutnya.

Pada umumnya kegiatan investasi dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan di masa depan, seperti untuk dana kebutuhan di masa pensiun maupun dana pendidikan anak.

Oleh karena itu, untuk pemenuhan kebutuhan jangka panjang tersebut perlu dihindari pengurangan pada pos investasi.

“Ingat, pay yourself first, sisihkan sebagian dari penghasilan saat ini untuk diri kita di masa depan. Kalau saat ini saja harga berbagai kebutuhan terasa mahal, apalagi di masa mendatang,” terang Freddy.

Dengan demikian, ia menyampaikan, penting untuk atur pengeluaran dan tetap sisihkan sebagian dari penghasilan saat ini untuk digunakan di masa depan.

Berbeda dengan periode sebelumnya, Freddy mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi kali ini tidak menimbulkan kecemasan yang berlebihan. Saat wacana kenaikan BBM bersubsidi muncul, kebijakan ini justru disambut baik oleh para pelaku pasar. Hal ini terlihat dari aliran dana masuk milik investor asing selama bulan Agustus lalu, setelah beberapa bulan terakhir mencatatkan arus keluar.

Di tengah dampak kenaikan BBM bersubsidi, rencana kenaikan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia, serta tekanan eksternal, pasar finansial Indonesia tetap stabil didukung oleh kondisi makro ekonomi yang suportif.

Merujuk pada hal tersebut, Freddy menyampaikan, pasar saham masih memberikan peluang investasi yang menarik dalam jangka panjang. Faktor siklikal terkait pemulihan ekonomi mendukung sentimen dan fundamental perusahaan yang lebih baik bagi pasar saham.

“Kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih solid disertai dengan pertumbuhan laba perusahaan yang diperkirakan tumbuh pada laju yang sehat diharapkan dapat mendorong pergerakan pasar saham, terutama ketika sentimen global sudah lebih membaik,” jelasnya.

Demikian pula dengan pasar obligasi, yang menunjukkan resiliensi di tengah berbagai tantangan. Imbal hasil riil yang tinggi mampu menopang stabilitas pasar obligasi, bahkan ketika US Treasury kembali bergejolak.

Ia menjelaskan, normalisasi suku bunga BI di tengah pengetatan global yang agresif mendukung pasar obligasi dan nilai tukar rupiah. Sentimen akan semakin positif ketika tingkat inflasi, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, sudah mencapai puncak.

Berikutnya, diversifikasi aset turut menjadi strategi yang tepat bagi para investor dalam merealisasikan berbagai tujuan keuangan di masa depan.

“Porsi mana yang lebih besar, apakah di saham atau di obligasi atau di pasar uang, akan sangat tergantung pada profil risiko dan target waktu pemanfaatan dananya,” terangnya.