Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi pada Minggu (31/7) mengkonfirmasi bahwa ia akan melawat ke empat negara Asia minggu ini, tetapi tidak menyebutkan kemungkinan singgah di Taiwan.

Rencana lawatannya ke Taiwan telah memicu ketegangan dengan China, yang mengklaim pulau itu sebagai wilayahnya.

Pelosi mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia akan memimpin delegasi Kongres ke Singapura, Malaysia, Korea Selatan dan Jepang untuk membahas isu perdagangan, pandemi COVID-19, perubahan iklim, keamanan dan “pemerintahan yang demokratis.”

Pelosi belum mengkonfirmasi laporan-laporan berita bahwa ia akan mengunjungi Taiwan.

Ketua DPR AS Nancy Pelosi menggelar konferensi pers mingguan di Capitol Hill, Washington, 29 Juli 2022. (Foto: Saul Loeb / AFP)

Ketua DPR AS Nancy Pelosi menggelar konferensi pers mingguan di Capitol Hill, Washington, 29 Juli 2022. (Foto: Saul Loeb / AFP)

Sebelumnya, dalam pembicaraan melalui telepon dengan Presiden Joe Biden pada Kamis lalu (28/7), Presiden China Ji Xinping memperingatkan agar AS tidak ikut campur dalam urusan Beijing dengan Taiwan.

Beijing menilai kontak resmi AS dengan Taiwan sebagai dorongan untuk menjadikan kemerdekaan pulau itu secara de facto selama puluhan tahun sebagai sesuatu yang permanen. Namun, sejumlah pemimpin AS telah menyatakan bahwa mereka tidak akan mendukung itu.

Jika jadi berkunjung ke Taiwan, Pelosi – pemimpin salah satu dari tiga cabang pemerintah Amerika saat ini – akan menjadi pejabat terpilih AS dengan peringkat tertinggi yang mengunjungi Taiwan sejak Ketua DPR Newt Gingrich pada 1997.

Pemerintahan Biden tidak secara eksplisit mendesak Pelosi untuk menghindari Taiwan, tetapi mencoba meyakinkan Beijing bahwa tidak ada alasan untuk “memulai perselisihan” jika kunjungan semacam itu terjadi. Ini menandakan tidak ada perubahan dalam kebijakan AS.

Pelosi pada Minggu menyatakan “di bawah kepemimpinan kuat Presiden Biden, AS berkomitmen kuat untuk terlibat secara strategis di kawasan ini, memahami bahwa Indo-Pasifik yang bebas dan berkembang sangat penting demi kemakmuran negara kita dan di seluruh dunia.”

Taiwan dan China berpisah pada 1949 setelah komunis memenangkan perang saudara di daratan. Kedua pihak mengatakan mereka tetap satu negara, tetapi berbeda pandangan soal pemerintah mana yang berhak atas kepemimpinan nasional. Kedua pemerintahan tidak memiliki hubungan resmi, tetapi dihubungkan oleh perdagangan dan investasi bernilai miliaran dolar.

AS mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taipei ke Beijing pada 1979, tetapi mempertahankan hubungan informal dengan pulau itu. AS diwajibkan oleh hukum federal untuk memastikan bahwa Taiwan memiliki sarana untuk membela diri.

“Kebijakan Satu Cina” atau “One China Policy” yang dijalankan Amerika menyatakan bahwa AS tidak mengambil sikap pada status kedua pihak tetapi ingin agar perselisihan di antara keduanya diselesaikan secara damai. Beijing mempromosikan kebijakan alternatif “Prinsip Satu Cina” atau “One China Principle,” yang menyatakan bahwa mereka adalah satu negara dan Partai Komunis adalah pemimpinnya.

Anggota-anggota Kongres AS telah secara terbuka mendukung minat Pelosi untuk melawat ke Taiwan meskipun ada tentangan dari China. Mereka tidak ingin terlihat AS menyerah kepada China.

China tidak memberikan rincian tentang bagaimana reaksinya jika Pelosi datang ke Taiwan, tetapi Kementerian Pertahanan negara itu pekan lalu memperingatkan bahwa militer akan mengambil “langkah-langkah tegas untuk menggagalkan campur tangan eksternal.”

Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri China mengisyaratkan bahwa “siapa yang bermain api akan terbakar nanti.” [em/ka]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.