redaksiharian.com – Komite Penghapusan Bensin Bertimbel ( KPBB ) mengatakan bahwa kualitas udara DKI Jakarta dalam 10 terakhir relatif menunjukkan ke arah tren negatif. Banyak faktor yang jadi penyebabnya, terutama pada sektor transportasi .
Lebih jauh, pada periode 2011-2022 kualitas udara DKI Jakarta jauh dari kata baik. Bahkan pada 2020, konsentrasi rata-rata tahunan mencapai PM 2,5 (46,1 g/m3), PM10 ( PM10 (59,03 g/m3), Ozone (83,3 g/m3), sulfur dioksida (42,76 g/m3).
“Tren kualitas udara DKI Jakarta relatif buruk, setidaknya 10 tahun terakhir ini. Konsentrasi penceparan udara untuk parameter PM10 melewati baku mutu yang ditetapkan pemerintah, demikian pula OM 2,5 Ozon dan sulfir dioksida,” kata Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin dalam diskusi virtual.
“Hampir 73 persen penyumbang utama paling dominan di Jakarta ialah sektor transportasi, yang mana dominasinya itu pada kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat,” lanjut dia.
Lebih jauh, ia menyatakan konsentrasi pencemaran konsentrasi PM10 totalnya cukup besar, sekitar 39 ribu ton (per hari) polutan yang hingga di langit DKI Jakarta dan sekitarnya.
Sebanyak 19.000 di antaranya berasal dari kendaraan bermotor atau sekitar 47 persen, 20 persen industri, 11 persen dari debu jalanan, pembakaran sampah 5 persen, konstruksi sekitar 11 persen, dan power plant 4 persen,
Sedangkan konsentrasi PM 2,5 atau partikel debu 2,5 milimicron totalnya itu 29 ribu ton per hari. Hampir 17 ribu ton berasal dari transportasi.
“Beban emisi -polutan udara, di Jabodetabek diperkirakan 19.165 ton per hari, yang bersumber dari sepeda motor 45 persen, truk 20 persen, bus 13 persen, mobil diesel 6 persen, mobil bensin 16 persen, dan kendaraan roda tiga sekitar 0,01 persen,” ujar Puput, panggilan akrabnya.
Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI membuat Strategi Pengendalian Pencemaran Udara (SPPU) memang sudah berupaya untuk menangulangi hal tersebut. Tapi banyak aspek yang diklaim KPBB belum optimal.
Seperti, tersedianya transportasi massal atau umum yang aman dan nyaman. Sehingga masyarakat bisa melakukan peralihan ke sana.
“Kita tidak dilarang menggunakan kendaraan pribadi, tidak dilarang untuk punya. Tapi bagaimana kita bisa menggunakannya secara bijak sesuai kebutuhan guna memperbaiki kualitas udara di DKI Jakarta,” kata dia.