redaksiharian.com – Gubernur Bali I Wayan Koster baru-baru ini mengeluarkan pernyataan terkait wisatawan mancanegara (wisman) yang melanggar aturan di Bali.
Pertama, melarang wisman menyewa sepeda motor di Bali. Kemudian, Koster juga meminta pencabutan Visa on Arrival (Voa) untuk wisman asal Rusia dan Ukraina.
Adapun beberapa ulah oknum wisman seperti mengendarai sepeda motor ugal-ugalan, tidak mengenakan helm saat berkendara, melanggar tata tertib lalu lintas, hingga menggunakan pelat motor palsu.
Dikutip dari laman (13/3/2023), Koster mengatakan warga Rusia dan Ukraina sengaja datang ke Indonesia untuk menghindari perang di negaranya.
Alhasil, wisman tersebut datang ke Bali tidak hanya untuk berwisata, tetapi juga untuk bekerja.
Mudahnya kebijakan
Menanggapi masalah ini, Pengamat Pariwisata Azril Azhari menilai penyebab adanya oknum yang membuat masalah di Bali berangkat dari banyaknya kuantitas wisman di Bali.
Sementara itu, kualitas wisman kerap dikesampingkan.
“Kita selalu mengejar jumlah (kuantitas wisman), maka kita lupa dengan kualitas, sehingga memudahkan suatu kebijakan,” kata Azril kepada Kompas.com, Selasa(14/3/2023).
Lebih lanjut, guna mencapai target banyaknya jumlah wisman datang ke Indonesia, muncul kebijakan pengadaan berbagai macam visa yang memudahkan wisman masuk ke Indonesia.
Seperti halnya Visa on Arrival, Azril mengatakan bahwa Indonesia sudah memberikan kebijakan visa tersebut ke beberapa negara.
Sebagaimana yang dilaporkan oleh (13/3/2023) Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan bahwa sejak Maret 2022 sudah ada sekitar 86 negara yang diberikan kebijakan Visa on Arrival.
Untuk diketahui, VoA ialah visa yang bisa diurus setelah sampai di negara tujuan, sehingga wisatawan tidak perlu membuatnya di negara asal.
Dikutip dari laman (24/9/2022), VoA diberikan untuk rentang waktu tinggal di Indonesia selama 30 hari dan dapat diperpanjang satu kali dengan lama tinggal 30 hari.
“Karena mengejar jumlah, pokoknya orang yang ala kadarnya, dia bisa lama di Indonesia. Alhasil mereka (wisman) cari kerjaan (di Indonesia). Nah itu yang jadi masalahnya,” kata Azril.
Azril menilai, kadatangan wisman ke Indonesia, harusnya bisa berdampak baik terhadap perekonomian di Indonesia. Bukan berujung pada wisman yang mencari kerja dan mendapatkan uang di Indonesia.
Berantas akar permasalahan
Terkait larangan wisman yang menyewa sepeda motor di Bali, Azril menilai sebaiknya pemerintah mencari akar permasalahan dan memberantas pemicu masalah tersebut.
Ia menilai, akar permasalahan adanya wisman yang membuat ulah di lalu lintas Bali terjadi karena hadirnya bisnis sewa motor ilegal yang dikelola oleh oknum wisman.
“Ini bukan masalah rental motor, tapi mereka (wisman) berbisnis ilegal. Mereka menjalankan usaha mencari uang, padahal visanya untuk bersenang-senang, dan harusnya mereka mengeluarkan lebih banyak uang,” ujar Azril.
Menurut pengamatan Azril, sepeda motor yang disewakan oleh pengelola bisnis ilegal ini memiliki tarif yang lebih murah. Sehingga dapat menarik target pasar kalangan menengah ke bawah yang ingin menyewa motor murah di Bali.
Alhasil, motor yang disewakan oleh penyewaan ilegal tersebut tidak memperhatikan dan menegaskan aturan lalu lintas di Bali.
“Mengendarai sepeda motor itu adalah hak setiap orang, kalau mereka (wisman) punya SIM (Surat Izin Mengemudi), tidak melanggar aturan, tidak masalah,” katanya.
Azril menilai pemerintah Bali perlu mengevaluasi kembali terkait kebijakan yang diusulkan.
Jangan karena perilaku segelintir oknum, kata dia, dampaknya juga mengenai pengusaha sewa motor Indonesia yang memiliki izin.
“Padahal persentasenya (oknum wisman yang melanggar) menurut saya tidak banyak, paling tidak sampai satu persen yang melakukan hal (kegaduhan) tersebut. Tetapi dampaknya cukup tinggi,” katanya.
Menurutnya, kebijakan larangan sewa motor di Bali akan menimbulkan pengaruh negatif cukup besar terhadap pariwisata di Indonesia.
“Jadi, kalau ingin menyelesaikan suatu permasalahan, carilah akarnya, dan itu saja yang diobati,” papar Azril.
Komunikasi harus jelas
Berangkat dari pokok permasalahan yang berbuntut keluarnya dua kebijakan dari Gubernur Bali, Pengamat Pariwisata Sari Lenggogeni menilai regulasi wisata yang diterapkan di Bali harus jelas.
“Komunikasinya harus jelas, do and don’t-nya harus jelas. Informasi kepada wisatawan harus clean, entah itu disampaikan saat mereka (wisman) sampai di bandara, atau memberikan edukasi di media,” kata Sari kepada Kompas.com, Selasa (14/3/2023).
Ia mencontohkan salah satu permasalahan yang terjadi di Bali beberapa waktu yang lalu, yaitu adanya oknum wisman yang melakukan pelecehan di tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat lokal di Bali.
Belum tersampaikan secara maksimal kepada para wisman tentang tempat-tempat sakral tersebut.
“Mereka (wisman) kadang tidak tahu tempat suci itu apa. Prinsipnya, siapapun yang datang ke suatu daerah, harus menghormati aturan yang dibuat di tempat tersebut,” papar Sari.
Sama halnya dengan munculnya kebijakan larangan wisman menyewa sepeda motor. Sari menilai kunci utama masalah ini adalah komunikasi antara dua pihak.
“Untuk menggunakan sepeda motor, harus dijelaskan bahwa si pengendara perlu mendapatkan sertifikasi atau izin. Penawaran dan permintaan harus seimbang supaya perekonomian tetap berjalan,” katanya.
Sejalan dengan Sari, Azril mengatakan bahwa komunikasi antara pelaku usaha dan wisman di Bali harus jelas. Komunikasi terkait aturan harus disosialisaikan.
“Kelemahan kita adalah peraturan itu harus ada sosialisasinya kepada wisatawan. Begitu mereka salah, beri mereka pendidikan, berikan arahan, jangan cuma dimarahi,” kata Azril.
Sosialisasi terkait aturan wisata ini bisa perlu dipertegas bahkan mulai dari regulasi di bandara.
“Pencegahan itu tolong dari awal, dari bandara, imigrasinya itu harus dijaga, sampai ke polisi di lapangan pun harus diperhatikan,” katanya.
Perlunya mitigasi bencana
Melihat permasalahan yang sudah kalang terjadi, Azril menilai pemerintah daerah dan Gubernur Bali perlu menyiapkan mitigasi bencana.
Mitigasi bencana ini dalam artian tidak selalu bencana alam, tetapi bencana sosial di masyarakat.
“Setelah kejadian ini, saya melihat ternyata pemerintah itu mitigasinya tidak pernah dijalankan.”
“Harusnya punya rencana mitigasi pada saat keadaan darurat, karena ini menurut saya sudah keadaan darurat,” kata Azril.
Sementara, Sari mengusulkan agar ke depannya aturan di Bali bisa dikomunikasikan dengan baik kepada wisman supaya tetap menjaga pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.