redaksiharian.com – Amerika Serikat (AS) masih terancam risiko ”default’ atau gagal bayar pada 1 Juni 2023 mendatang. Pasalnya, pembicaraan ‘debt ceiling’ atau pagu utang AS antara Gedung Putih dan oposisi Partai Republik masih belum menemukan jalan keluar.

Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menilai bahwa peristiwa ini belum pernah terjadi, di mana AS yang merupakan negara terbesar dengan peringkat paling tinggi tiba-tiba terancam mengalami gagal bayar.

Akan tetapi dia melihat kejadian negatif di AS akan berimbas netral ke positif bagi Indonesia. Negara ini, kata Purbaya, sedikit lebih pintar dibandingkan Negeri Paman Sam.

“Kita bersyukur lah, kita lebih pintar sedikit daripada Amerika”kata Purbaya kepada wartawan usai pelantikan Gubernur BI di Mahkamah Agung, Rabu (24/5/2023).

Lebih lanjut, Purbaya memperkirakan dampak default AS akan mengguncang kepercayaan pasar terhadap dolar dan pasar modal. Oleh karena itu seharusnya pemerintah di sana akan bergerak pintar agar hal tersebut tidak terjadi berlarut-larut.

“Ini kan mungkin negosiasi politik aja ya. Dua belah pihak tahu di sana bahwa kalau sampai default jelek ke record Amerika Serikat, jelek ke rating utang yang akan datang,” jelasnya.

Purbaya mengatakan saat ini rating utang di AS, “A+” dan bunganya rendah. Bila nanti default otomatis peringkatnya akan merosot.

“Kalau dia nggak turun, kita jadi naik harusnya. Jadi neutral to positive ke kita. Kalau ke Amerika, negatif,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, pembicaraan plafon utang antara Gedung Putih dan oposisi Partai Republik masih menemui jalan buntu. Waktu pun kian sempit bagi AS untuk menghindari gagal bayar pada Juni mendatang.

Departemen Keuangan telah mengingatkan pemerintah AS akan kehabisan uang paling cepat 1 Juni 2023. Hal ini tentu akan memicu gangguan ekonomi besar-besaran di ekonomi terbesar dunia dan kemungkinan besar akan berdampak kepada seluruh dunia.