redaksiharian.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia butuh uang ribuan triliun untuk mengejar target pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) hingga 2030. Hingga 2030 dalam target nationally determined contribution (NDC), Indonesia mengupayakan menurunkan emisi sekitar 32-43%.

Demi mengejar target itu, sampai tahun 2030 Indonesia butuh pendanaan hingga US$ 281 miliar. Sri Mulyani bilang jumlah itu mencapai Rp 4.000-an triliun lebih.

“Total dana yang dibutuhkan untuk mencapai NDC kita adalah sekitar Rp 4,002 triliunan. Dalam dolar AS adalah US$ 281 miliar hingga tahun 2030,” kata Sri Mulyani dalam agenda Southeast Asia Development Symposium (SEADS) 2023 di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali, Kamis (30/3/2023).

Jumlah sebesar itu rencananya akan didapatkan dengan bantuan investasi dari perusahaan swasta dan tentu saja kantong pemerintah alias APBN.

Dia menyebutkan sampai tahun 2021 sendiri pemerintah pusat sudah mengeluarkan uang sebesar Rp 3.013 triliun untuk mengejar target NDC 2030. Jumlah itu baru berkisar 8% saja dari total kebutuhan investasi pengurangan emisi CO2 di Indonesia.

“Total pengeluaran pemerintah pusat sampai tahun 2021 adalah Rp 3,013 triliun. Ini hanya 8% dari total kebutuhan investasi yang ada,” kata Sri Mulyani.

Dia melanjutkan pemerintah sedang merancang kerangka kebijakan dan peraturan yang tepat untuk membentuk iklim investasi yang sehat sehingga kita dapat menarik lebih banyak partisipasi swasta baik domestik maupun global dalam membantu mengejar target NDC 2030.

Pemerintah Indonesia, menurutnya, telah mengeluarkan sejumlah insentif fiskal, serta inovasi pembiayaan untuk menjembatani investasi dalam proyek hijau dan mengembangkan industri hijau di Indonesia.

“Insentif tersebut antara lain tax holiday, tax allowance, fasilitas PPN, bahkan pajak properti. Kami juga mengeluarkan beberapa instrumen investasi, seperti menerbitkan sukuk hijau dan obligasi SDG di tingkat global dan domestik. Obligasi SDG dan obligasi sukuk hijau kami diharapkan akan mengurangi 10,6 juta emisi CO2,” papar Sri Mulyani.

Ke depannya masih ada beberapa regulasi lanjutan yang mendukung pengurangan emisi di Indonesia. Misalnya regulasi soal perdagangan hingga pajak karbon.

“Indonesia baru saja mengeluarkan kerangka peraturan tentang penetapan harga karbon dan juga undang-undang penting yang memperkenalkan pajak karbon. Kebijakan ini akan menggunakan instrumen perdagangan karbon dan non perdagangan termasuk pajak karbon untuk menginternalisasi biaya eksternal emisi gas rumah kaca,” jelas Sri Mulyani.