redaksiharian.com – Ratusan orang yang diduga korban eksploitasi tenaga kerja ditemukan pada Rabu di beberapa lokasi di dekat ibu kota Portugal, Lisbon, termasuk di dalam sebuah gudang besar tempat mereka bekerja dalam budidaya kerang-kerangan secara ilegal.
Polisi Maritim, yang memimpin penyelidikan, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa korban sebanyak 243 orang yang berhasil diidentifikasi sejauh ini adalah migran. CNN Portugal mengatakan sebagian besar berasal dari Asia Tenggara.
Polisi mengatakan empat anggota jaringan kriminal yang terkait dengan budidaya dan perdagangan hewan laut secara ilegal, seperti kerang, telah ditahan.
Hampir 300 petugas, termasuk dari polisi dan badan perbatasan dan imigrasi Portugal (SEF), ikut serta dalam operasi tersebut, termasuk dalam berbagai penggerebekan.
Reuters juga turut menyaksikan operasi polisi di dua gedung di Samouco, sebuah desa di tepi selatan Sungai Tagus.
Petugas terlihat masuk dan keluar gedung saat para migran menunggu di dalam. Tidak jelas berapa banyak migran yang berada di dalam masing-masing gedung dan berapa banyak lagi gedung yang telah digeledah.
Media lokal mengatakan para korban bekerja di Tagus Estuary, daerah di mana penangkapan kerang tanpa izin adalah hal biasa.
Kasus eksploitasi tenaga kerja dan perdagangan manusia telah berkembang di Portugal, dengan laporan keamanan terbaru menunjukkan sebagian besar korban dieksploitasi di sektor pertanian.
Ada pula beberapa kasus migran miskin yang terjebak dalam pekerjaan tanpa bayaran di sektor pertanian di wilayah Alentejo, Portugal.
Para penyelidik Portugal mengatakan bahwa korban umumnya adalah para migran miskin yang dibawa ke Portugal oleh komplotan penyelundup manusia dengan janji pekerjaan.
Namun, setelah mulai bekerja, dokumen identitas mereka disita dan gaji mereka ditahan, dan banyak dari mereka yang dimasukkan ke dalam tempat tinggal umum yang suram dengan sedikit fasilitas.
Dewan Eropa mengatakan pada Juni tahun lalu bahwa pihak berwenang Portugal mengidentifikasi adanya 1.152 orang yang diduga sebagai korban perdagangan manusia pada 2016-2020.
Jumlah investigasi, penuntutan, dan hukuman masih terbilang rendah dibandingkan dengan jumlah korban yang teridentifikasi, kata Dewan Eropa saat itu.
Sumber: Reuters