Proses seleksi calon anggota Bawaslu di 25 Provinsi di Indonesia kini sudah berada pada tahap Uji Kepatutan dan Kelayakan yang berlangsung sejak 23 Agustus hingga 6 September 2022. Uji Kepatutan dan Kelayakan tersebut diikuti 150 orang dari 25 provinsi di Indonesia, dengan 28 diantara mereka adalah perempuan.

Wakil Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Hurriyah mendorong agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menunjukkan komitmen afirmasi keterwakilan minimal 30 persen perempuan dalam proses seleksi itu.

Hurriyah peneliti dari Pusat Kajian Politik, Universitas Indonesia dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi)

Hurriyah peneliti dari Pusat Kajian Politik, Universitas Indonesia dalam tangkapan layar. (Foto: VOA/Nurhadi)

“Uji kelayakan dan kepatutan menjadi sorotan publik karena publik menunggu-nungguh, jumlah perempuan yang masuk dalam seleksi ini sudah sedikit. Apakah mau disaring lagi? Apakah Bawaslu akan berani untuk menerapkan kebijakan afirmatif sehingga jumlah keterwakilan perempuan di dalam Bawaslu provinsi meningkat,” kata Hurriyah dalam Diskusi Media bertema Kebijakan Bawaslu RI dalam Memastikan Keterwakilan Perempuan Minimal 30 Persen pada Keanggotaan Bawaslu Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kamis, (25/8).

Puskapol UI mengkhawatirkan kondisi keterwakilan perempuan dalam proses seleksi calon anggota Bawaslu di 25 provinsi, dimana jumlah perempuan yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan hanya 28 orang. Saat ini ada tujuh provinsi yang sama sekali tidak memiliki keterwakilan perempuan yaitu Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Maluku dan Sumatera Barat.

“Seleksi pertama ini adalah ujian bagi Bawaslu, karena publik akan melihat komitmen Bawaslu untuk mengimplementasikan kebijakan afirmasi, antara itu hanya statement normatif atau Bawaslu menunjukkan betul dalam proses seleksi,” ungkap Hurriyah.
Hurriyah mengungkapkan pada periode sebelumnya, keterwakilan perempuan di Bawaslu tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota masih di bawah 20 persen, bahkan terdapat enam provinsi yang sama sekali tidak memiliki keterwakilan perempuan yaitu Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo dan Papua.

Amanat Konstitusi dan Undang-Undang

Koordinator Harian Konstitusi dan Demokrasi (KoDe Inisiatif), Ihsan Maulana mengatakan keterlibatan perempuan dalam penyelenggaraan pemilu adalah perintah konstitusi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Undang-undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu juga mengamanatkan penyelenggaraan pemilu harus melibatkan keterwakilan perempuan minimal 30 persen.

“Jadi komitmen Bawaslu soal menghadirkan keterwakilan perempuan di penyelenggara pemilu di daerah itu menjadi gambaran bagaimana mencerminkan kepatuhan Bawaslu soal nilai-nilai konstitusi yang perlu dijaga,” kata Ihsan Maulana.

Keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan Pemilu diperlukan untuk memberikan pengawasan yang berimbang dalam pemilu 2024 yang akan diwarnai pemilih perempuan, pemilih anak muda dan disabilitas.

“Kalau nanti pengawas pemilunya tidak ada perempuan, aspek strategi pengawasannya justru kami khawatir itu tidak bisa diimbangi,” lanjutnya.

Berdasarkan evaluasi terhadap proses seleksi calon anggota Bawaslu di 25 provinsi, Puskapol UI dan KoDe Inisiatif menyampaikan usulan perbaikan peraturan Bawaslu yang meliputi prinsip pembentukan pengawas pemilu, komposisi dan kewenangan tim seleksi, komposisi keanggotaan Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota, serta penguatan kebijakan afirmasi dalam tahapan seleksi. [yl/ab]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.