redaksiharian.com – Presiden Joko Widodo diingatkan untuk bijak dalam meng-endorse atau menyatakan dukungan terhadap kandidat calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024.
Pasalnya, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad mengatakan, pengaruh Jokowi terkait urusan pemilu presiden sangat luas.
“Posisi, peran, preferensi dan subyektifitas Presiden Jokowi terkait dengan siapa saja yang layak untuk di-endorse sebagai pasangan capres-cawapres yang mampu meneruskan kepemimpinannya pasca Pilpres 2024 mendatang dapat menimbulkan skala pengaruh yang sangat luas,” kata Nyarwi kepada Kompas.com, Rabu (31/5/2023).
Menurut Nyarwi, pengaruh tersebut tidak hanya berdampak pada para ketua umum partai politik dan tokoh-tokoh potensial yang sudah dideklarasikan sebagai kandidat capres dan cawapres semata, tetapi juga bisa menggerakkan barisan relawan Jokowi.
Selain itu, pengaruh tersebut, baik langsung ataupun tidak langsung, bahkan bisa berkembang ke lingkungan birokrasi hingga ke kalangan TNI/Polri.
“Skala pengaruh ini saya kira yang harus dikelola dengan arif oleh Presiden Jokowi dan para tokoh yang ada dalam lingkaran terdekatnya saat ini,” ujarnya.
Nyarwi pun mendorong Jokowi untuk menyampaikan klarifikasi atas pengakuannya baru-baru ini tentang cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024. Sebab, pengakuan itu kini menjadi kontroversi.
Muncul beragam interpretasi terhadap pernyataan presiden, khususnya terkait transisi kepemimpinan nasional. Sebagian mengira bahwa cawe-cawe yang dimaksud berkaitan dengan endorsement Jokowi terhadap kandidat capres tertentu.
Nyarwi mengatakan, publik tahu bahwa Jokowi tidak hanya berperan sebagai kepala negara, tetapi juga sebagai kepala pemerintahan. Mantan Wali Kota Solo tersebut juga merupakan kader PDI Perjuangan sekaligus pemimpin koalisi pemerintahan selama hampir satu dekade.
Sebagai kepala negara, menurut Nyarwi, wajar jika Jokowi merasa punya kewajiban moral untuk memastikan transisi kepemimpinan nasional Pilpres 2024 berjalan mulus tanpa riak-riak politik yang membahayakan.
Namun, sebagai individu yang sedang menjabat sebagai presiden dan politisi dari partai tertentu di mana parpol tersebut sudah mendeklarasikan bakal calon presiden, pernyataan Jokowi terkait cawe-cawe pemilu dapat memicu beragam spekulasi.
“Khususnya dari pimpinan parpol dan tokoh-tokoh yang ingin memunculkan pasangan capres-cawapres, termasuk pasangan capres-cawapres alternatif di luar lingkaran Istana,” katanya.
Agar tak menjadi kontroversi berkepanjangan, penting bagi Jokowi untuk memberikan penjelasan ke publik mengenai apa yang dia maksud soal cawe-cawe tersebut.
Menurut Nyarwi, sedikitnya ada tiga hal yang harus diklarifikasi dari pernyataan Jokowi. Pertama, dalam hal apa saja presiden hendak cawe-cawe.
Kedua, sebagai apa atau dalam kapasitas apa kepala negara cawe-cawe. Dan ketiga, dalam ruang lingkup dan level mana saja presiden akan cawe-cawe urusan politik.
“Klarifikasi atas tiga hal ini penting agar masyarakat dan juga para pimpinan parpol, caleg (calon anggota legislatif) dan kandidat capres dan cawapres bisa mengerti dan melihat dengan jelas bagaimana presiden memposisikan dan memerankan dirinya di tengah dinamika politik jelang Pemilu 2024,” tutur Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu.
Sebagaimana diketahui, pengakuan Jokowi soal cawe-cawe urusan Pemilu 2024 menuai pro dan kontra. Ihwal cawe-cawe Jokowi itu diungkap ketika presiden bertemu dengan para pimpinan media nasional dan sejumlah podcaster di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/5/2023).
Tak lama, pihak Istana memberikan penjelasan atas pengakuan Jokowi tersebut. Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan, cawe-cawe yang dimaksud Jokowi adalah dalam rangka mengawal Pemilu Serentak 2024 berlangsung jujur, adil, dan demokratis.
“Terkait penjelasan tentang cawe-cawe untuk negara dalam pemilu, konteksnya adalah, presiden ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil,” ujar Bey saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin malam.
Selain itu, kata dia, presiden berkepentingan agar pemilu berjalan dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat. Selanjutnya, kepala negara ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), serta hilirisasi dan transisi energi bersih.
Selanjutnya, Jokowi juga berharap seluruh peserta Pemilu 2024 dapat berkompetisi secara bebas dan adil.
“Karenanya presiden akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan ASN,” kata Bey.
Lebih lanjut, kata Bey, presiden ingin pemilih mendapat informasi dan berita yang berkualitas tentang peserta pemilu dan proses pemilu. Dengan demikian, upaya pencegahan berita bohong/hoaks, dampak negatif artificial intelligence atau kecerdasan buatan, hingga black campaign atau kampanye hitam melalui media sosial dapat maksimal.
“Presiden akan menghormati dan menerima pilihan rakyat. Presiden juga akan membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya,” tutur Bey.
Sejalan dengan itu, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, cawe-cawe presiden dalam konteks pemilu berjalan jujur, adil dan transparan.
Pramono juga menekankan, turut campur bukan dalam hal memengaruhi hasil pemilu. Bukan pula meng-endorse pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
“Enggak. Enggak. Presiden enggak akan meng-endorse,” kata Pramono di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023), dikutip dari Kompas TV.